Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 12 Desember 2016

DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW PERIODE MADINAH



DAKWAH NABI MUHAMMAD PERIODE MADINAH
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Dakwah
Dosen Pengampu: Agus Riyadi, M.S.I




  
Disusun oleh :
Yessi Anggraeni Novalita D.  (1501046030)
Ainis Shofwah Mufarriha       (1501046031)

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Dalam kehidupan kaum muslimin, sejarah mengenai Nabi Muhammad memiliki nilai dan arti yang amat penting dalam perkembangan Islam. Baik yang menceritakan kehidupan beliau, keluarga, sahabat, serta konsiostensi beliau dalam menyebarkan dakwah di muka bumi ini. Terlebih lagi Nabi Muhammad sendiri adalah seorang utusan Allah yang merupakan manusia terbaik dan teladan bagi seluruh umat.
Kegiatan mempelajari, menelaah dan mengeksplorasi sejarah mengenai kehidupan Rasulullah sejatinya adalah suatu hal yang dapat menambah pengetahuan dan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad. Mulai dari bagaimana beliau menjalani hidup, menata hidup, dan memposisikan diri dalam kehidupan yang merupakan suri tauladan bagi kita di kehidupan sehari-hari.
Tidak hanya itu, masih banyak hal lain yang bisa didapatkan ketika kita mempelajari sejarah perjuangan Rasulullah bersama sahabat beliau dalam menyebarkan Islam di bumi ini. Kebijakan, strategi, kesabaran dan kebijaksanaan beliau dapat menjadi panutan bagi setiap muslimin dalam mengambil keputusan baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun pada saat berdakwah.
Atas dasar pentingnya mempelajari sejarah perjuangan Nabi Muhammad, kami ingin mengangakat kisah mengenai perjuangan dakwah beliau di Madinah yang kami harap dapat menambah pengetahuan pembaca dan memupuk spirit dakwah kita semua sebagaimana yang dicontohkan Nabi untuk mengembalikan kejayaan Islam pada masa lampau. Mulai dari pembahasan mengenai persiapan hijrah dan alasan nabi memilih kota Madinah sebagai tempat hijrah, strategi dakwah yang beliau laksanakan dan juga hambatan yang ditemui Nabi Muhammad dalam memperjuangkan Islam, yang semuanya akan kami jabarkan pada bab pembahasan.
2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana persiapan hijrah dan penentuan Madinah sebagai daerah hijrah?
2.      Apa saja substansi dan strategi dakwah yang Rasulullah lakukan?
3.      Apa sajakah hambatan yang ditemui Nabi dalam mensyiarkan islam di Madinah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Madinah (Yatsrib) Sebagai Daerah Tujuan Hijrah
Hijrah bukanlah rekreasi atau tamasya yang dapat menyenangkan hati manusia. Akan tetapi, hijrah adalah meninggalkan tempat kelahiran, keluarga, sahabat, serta tempat usaha yang dicintai. Oleh karena itu, Nabi mempersiapkan semuanya dengan matang yang dilakukan dalam dua arah; mempersiapkan orang yang berhijrah dan mempersiapkan tempat berhijrah.
Diantara hikmah Allah menetapkan Madinah sebagai tempat hijrah adalah posisinya yang memiliki benteng tempur secara alamiah, tidak disesaki oleh kota-kota terdekat lain dan memiliki kotur tanah yang sesuai untuk perang. Para penduduk Madinah yaitu suku Khazraj dan Aus adalah orang-orang yang berjiwa tegar, ksatria, dan menjunjung harga diri serta kehormatan. Diantara keutamaan Madinah: 1.) Kecintaan dan doa Rasulullah untuk Madinah. 2.) Doa Rasulullah agar Madinah mendapat keberkahan dua kali lipat dari Makkah. 3.) Madinah steril dari Dajjal dan wabah Tha’un. 4.) Tanah suci. 5.) Allah menjaganya dari tangan-tangan jahat, dan masih banyak lagi.[1]
Setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam terjadi. Permulaan yang menguntungkan itu terjadi pada musim haji pada tahun ke-10 kenabian. Yaitu dengan kedatangan orang-orang dari suku Khazraj di dekat Aqabah di kawasan Mina. Mulanya, Nabi meminta kepada mereka untuk berbicara sebentar dan mereka menerima dengan senang hati karena Nabi pun tidak meminta dengan paksaan. Jumlah mereka ada enam orang, yaitu Abu Umamah, As’ad bin Zurarah, Auf bin Al-Harits dari bani Najjar, Rafi’ bin Malik, Quthbah bin Amir dan Uqbah bin Amir serta Jabir bin Abdillah bin Riab. Merekapun duduk bersama Nabi Muhammad lalu mulailah beliau berdakwah dan mengajak mereka ke jalan yang diridhoi Allah serta membacakan Al-Qur’an kepada mereka. Atas izin Allah, sekelompok tersebut serta merta menerima seruan Islam itu. Malah, mereka bersedia mengajak para penduduk lain untuk beriman sekembalinya mereka ke Yatsrib.
Ketika mereka tiba di Yatsrib, mereka langsung menemui kaumnya dan menyebutkan tentang Rasulullah, mengajak kepada Islam hingga tersebar dikalangan mereka. Inilah awal mula perintis tersebarnya Islam di Yatsrib. Kemudian pada tahun ke-12 kenabian atau tahun 621 M, datanglah kembali perwakilan dari suku Aus dan Khazraj karena mereka benar-benar merindukan perdamaian. Mereka berjumlah 12 orang yang terdiri dari 10 orang suku Khazraj dan 2 orang suku Aus serta seorang wanita. Mereka menemui Nabi di suatu tempat bernama Aqabah dan menyatakan kesetiaan mereka yang kemudian disebut dengan “Baiat Aqabah Pertama”. Rombongan ini kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah disertai Mush’ab bin Umair yang diutus Nabi untuk berdakwah bersama mereka.
Pada tahun ke-13 kenabian atau tahun 622 M, mereka datang kembali kepada Nabi dengan jumlah yang fantastis yaitu 73 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta kepada Nabi agar berkenan pindah ke Yatsrib dan mereka berjanji akan membela Nabi dari segala ancaman. Perjanjian ini disebut “Baiat Aqabah Kedua”. Pertemuan diantara Nabi dan delegasi Yatsrib ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi pada saat melaksanakan haji di pertengahan hari Tasyriq. Nabi datang bersama Abbas bin Abdul Muthalib yang mana pada saat itu masih memeluk agama kaumnya akan tetapi ingin mendukung keponakannya yang tak lain adalah Nabi Muhammad yang ingin melakukan hijrah ke Yatsrib. Sebab itulah Abbas ingin memastikan perlindungan kaum Anshar.[2]
Kita perhatikan, pada saat pertama Rasulullah tidak tergesa-gesa untuk segera hijrah ke Yatsrib, namun beliau menunggu hingga 2 tahun lamanya sampai dapat memastikan basis yang relatif luas dan memastikan persiapan kaum Anshar telah mencapai puncaknya yang terbukti pada Baiat Aqabah Kedua.
Ketika kaum musyrikin mengetahui bahwa kaum Anshor telah dibaiat oleh Nabi Muhammad, amarah kaum musyrikin semakin bergejolak, mereka semakin meyakiti kaum muslimin. Nabi pun mengizinkan kaum muslimin untuk hijrah ke Yatsrib dengan tujuan utama untuk mendirikan negara Islam dan mengemban tugas dakwah dan berjuang dijalan Allah hingga tidak terjadi lagi penyiksaan dan intimidasi. Pada saat kaum muslimin hendak menuju ke Yatsrib, orang-orang Quraisy memarahi mereka, memerangi dan mengamuk kepada pemuda-pemuda mereka yang ikut serta hijrah.
Semua kaum muslimin, kurang lebih 150 orang hijrah ke Yatsrib, tidak ada yang tersisa di Makkah kecuali Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, serta orang-orang gila, sakit, atau tidak berdaya untuk ikut keluar. Mereka berdua tetap tinggal untuk menemani Nabi karena kaum Quraisy berencana akan membunuh Nabi. Sahabat Rasulullah pertama yang datang ke Yatsrib adalah Abu Salamah bin Abdul Asad lalu disusul oleh Amir bin Rabi’ah bersama istrinya dan mereka tinggal di rumah-rumah kaum Anshar. Kaum Anshar pun memberikan mereka pertolongan dan perlindungan. Ketika orang pertama yang berhijrah telah sampai di Quba, kaum Anshar langsung bergegas pergi ke Makkah untuk memberi tahu Nabi.[3]
Setelah kaum Quraisy gagal menghalangi para sahabat Nabi untuk hijrah ke Yatsrib, selanjutnya mereka berencana membunuh Nabi yang pada saat itu masih berada di Makkah. Maka Allah memberitahu rencana itu kepada Nabi-Nya yang kemudian Ali bin Abi Thalib bertugas menggantikan Nabi di tempat tidur beliau pada malam tersebut. Kemudian hijrahlah Nabi bersama Abu Bakar dan gagallah rencana pembunuhan tersebut. Kaum Quraisy mengikuti jejak Nabi namun hanya sampai pada gua Tsur. Mereka berpikir bahwa tidak mungkin Nabi bersembunyi di gua yang terdapat jaring laba-laba di mulut guanya. Di gua itu, Rasulullah bersembunyi didalamnya selama tiga malam.
Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya lima kilometer (tetapi sumber lain menyebutkan kurang lebih sepuluh kilometer) dari Yatsrib, Nabi beristirahat beberapa hari lamanya dirumah Kulsum bin Hindun dan dihalaman rumah ini Nabi membangun masjid pertama yang diberi nama Masjid Quba tepat pada 12 Rabiulawwal tahun 1 Hijriah / 24 September 622 M. Tak lama kemudian, Ali menyusul seteah menyelesaikan segala urusan di Makkah. Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangan Nabi dan menyambut kedatangan Nabi dengan penuh kegembiraan. Sebagai penghormatan, nama kota Yatsrib dirubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut Madinatul Munawwarah (Kota yang Bercahaya) yang dalam sehari-hari lebih sering disebut Madinah saja.[4]
B.     Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah
Setelah tiba dan diterima penduduk Madinah, babak baru dalam dunia Islam pun dimulai. Pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Hal ini karena Nabi mempunyai kedudukan buakan saja sebagai kepala agama, namun juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, terkumpullah dua kekuasaan yaitu sebagai rasul dan sebagai kepala negara.
Oleh karena itu, dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru tersebut, Nabi mulai mengembangkan strategi dakwahnya melalui peletakan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat.
a.       Membangun Masjid Agung di Madinah
Bahwa ketika Rasulullah sampai di Madinah dengan menunggangi untanya, unta tersebut berhenti dan menderum di sebuah tempat pengeringan kurma milik Sahal dan Suhail, dua pemuda yatim yang dalam asuhan Sa’ad bin Zurarah. Kemudian rasul memutuskan bahwa tempat tersebut akan didirikan rumah. Ketika Rasulullah menanyakan harganya, dua pemuda tersebut malah ingin memberikannya secara gratis kepada Rasulullah. Namun Rasul menolak sampai akhirnya kedua pemuda tersebut bersedia menjualnya. Dalam kawasan itu terdapat pohon kurma, kuburan orang musyrik dan reruntuhan bangunan, maka Rasul meminta kepada sahabat untuk membersihkan tempat tersebut dan Rasul pun ikut membersihkannya.
Kemudian dibangunlah masjid dengan fondasinya sedalam tiga hasta, adonannya terbuat dari susu dan tanah (layaknya semen), atap dan jendelanya terbuat dari daun dan pelepah kurma, dan pintunya terdiri dari tiga bagian, yang akhirnya masjid tersebut diberi nama Masjid Nabawi. Bagian belakang masjid (Ash-Suffah) dipergunakan untuk tempat berlindung dan rumah bagi mereka yang belum mendapat tempat tinggal.
Telah dibangun disebelah masjid tersebut rumah Rasulullah yang sangat sederhana untuk tempat tinggal Rasul dan keluarganya, yang kamarnya menyatu dengan masjid, atapnya terbuat dari daun kurma dan  dapat dijangkau tangan anak kecil, amat sederhana.
                                    Fungsi masjid itu sendiri yaitu:
·         Sebagai pusat peribadatan dan penyampaian ajaran Islam dan tempat menimba ilmu seluruh umat. Disinilah beliau bertindak sebagai hakim.
·         Tempat bermusyawarah dengan para sahabat dan tempat berkumpulnya kaum muslimin.
·         Pusat pemerintahan dalam bidang militer, sipil dan penyebaran berita.
·         Sebagai rumah sakit bagi tentara yang terluka dalam perang.
·         Tempat tinggal penghuni Shuffah ataupun orang asing yang dalam perjalanan.
·         Sabagai tempat kontrol masyarakat muslim dan dapat mengetahui gerakan-gerakan musuh.
Di awal masa hijrah, telah disyari’atkan azan; suara lantunan yang keras yang menggema di angkasa lima kali sehari yang menjadikan seluruh alam nyata ikut menggema, untuk memberitahu kepada seluruh umat manusia bahwa telah masuk waktu shalat. Diantara yang berpendapat dengan mengangkat bendera, menyalakan api di dataran tinggi, ataupun membunyikan lonceng yang kesemuanya itu adalah adat kaum musyrikin. Akhirnya dipilihlah adzan sesuai mimpi Abdullah bin Zaid Al-Ansari dan Umar bin Khattab, dan terpilihlah Bilal sebagai juru adzan di Madinah karena menurut Rasulullah Bilal lah yang bersuara keras. Dan di masjid inilah Rasulullah pertama kali melaksanakan khutbah.[5]
b.      Penegakan Ukhuwah Islamiyah
Selanjutnya, Nabi mempersaudarakan golongan Muhajirin dan golongan Anshar. Persaudaraan berdasar agama, menggntikan persaudaraan berdasarkan darah. Persaudaraan ini sebagai sebuah ikatan yang kuat untuk melepaskan perbedaan-perbedaan yang ada antar dua kelompok tersebut. Pembentukan sebuah masyarakat yang memegang teguh agama Allah, tidak hanya sebatas ucapan, mereka menyatukan secara beriringan antara iman dan amal, bahkan hingga Rasulullah wafat, persaudaraan tersebut tetap terjalin. Sahabat-sahabat Nabi banyak yang menjalin tali persaudaraan dengan kaum Anshar seperti Abu Bakar dengan Kharijah bin Zuhair, Umar bin Khattab dengan Itban bin Malik dan masih banyak lagi.[6]
c.       Pembuatan Piagam Perjanjian (Piagam Madinah)
Disamping melakukan akad mempersaudarakan sesama orang beriman, Rasulullah juga membuat akad perjanjian yang mampu menyingkirkan lumut-lumut jahiliyyah dan konflik antar kabilah dengan menciptakan toleransi antara kaum muslimin dan kaum nonmuslimin. Beliau juga membahas batasan hak dan kewajiban. Beliau mengatur etika hubungan antar penduduk Madinah dan menjadi keharusan untuk mentaatinya bagi penduduk Madinah, yang kemudian disebut sebagai Piagam Madinah.
Piagam ini merupakan dokumen yang disusun oleh Nabi yang merupakan suatu perjanjian formal antara Bani Aus, Bani Khazraj, kaum Yahudi, komunitas penyembah berhala dan suku-suku di Yatsrib. Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya yang terdiri dari 47 pasal seputar pembentukan umat, persatuan seagama, peraturan segenap warga negara, tugas warga negara, perlindungan negara, pimpinan negara dan politik perdamaian.[7]
d.      Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi dan Sosial untuk Masyarakat Baru
Ketika masyarakat Islam terbentuk maka diperlukan dasar-dasar  yang kuat bagi masyarakat yang baru tersebut. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an yang turun pada periode utama ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat ini kemudian diberi penjelasan oleh Rasulullah baik dengan lisan maupun dengan perbuatan langsung beliau sehingga terdapat dua sumber hukum dalam Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis. Dari kedua sumber hukum Islam tersebut didapatkan suatu sistem untuk bidang politik, yaitu sistem musyawarah. Dan untuk bidang ekonomi dititik beratkan pada jaminan keadilan sosial, serta dalam bidang kemasyarakatan diletakkan pula dasar-dasar  persamaan derajat antar manusia. Bahwa yang menentukan derajat seseorang adalah ketaqwaannya.[8]

C.    Hambatan yang Ditemui Rasulullah Ketika Mensyiarkan Islam di Madinah
a.       Upaya Kaum Yahudi untuk Memecah-belah Front Internal
Diantara cara mereka yang keji dalam memerangi Islam adalah dengan memecah-belah barisan kaum muslimin dan menghancurkannya dari dalam. Salah satu pemuka mereka yang sudah tua melakukan tipu muslihat yang bertujuan memecah-belah kaum Anshar dengan cara menyebarkan fanatisme golongan diantara mereka, agar kembali kepada kejahiliyahan mereka. Muhammad bin Ishaq menuturkan melintaslah pemuka yahudi yang sudah lanjut usia yang amat membenci persatuan kaum muslimin dan mulailah ia menyuruh pemuda yahudi untuk mengejek kaum muslimin. Dia mengungkap kembali api dendam yang menyebabkan tiap suku saling membanggakan sukunya msing-masing. Kemudian melompatlah dua laki-laki dari kedua suku diatas kuda, dan akhirnya hampir meletuslah peperangan antara suku Aus dan Khazraj.
Maka sampailah berita ini kepada Rasulullah dan beliaupun langsung menyadarkan masing-masing suku, bahwa hal tersebut hanyalah akan membawa mereka kembali ke zaman jahiliyah. Mereka luluh akan perkataan Rasulullah. Kedua pemuda tersebut tersadar dan menangis menyadari kesalahan mereka, dan turunlah Q.S. Ali Imran ayat 100-105.[9]

b.      Kaum Yahudi Menyerang Dzat Allah

Ketika itu, Abu Bakar melihat banyak orang berkerumun dihadapan seorang laki-laki bernama Finhash, seorang pendeta. Bersamanya, terdapat pemuka dan pendeta lainnya. Abu Bakar menyeru kepada mereka untuk bertaqwa kepada Allah, namun mereka menyangkalnya seraya berkata “Demi Allah, wahai Abu Bakar, kami bukanlah orang yang membutuhkan Allah. Akan tetapi Dia lah yang membutuhkan kami. Jika memang Dia kaya, mengapa Dia meminjam harta-harta kami, sebagaimana prasangka terhadap sahabatmu. Dia melarangmu berbuat riba, namun Dia memberi kami itu, jika memang Dia kaya maka tidaklah Ia memberi kami hasil riba”
Atas ucapan itu, Abu Bakar marah dan menampar wajah Finhash. Maka Finhash mendatangi Rasul dan melaporkan hal itu, namun ia menyangka bahwa ia telah menghina Dzat Allah. Maka Allah menurunkan Q.S. Ali Imran ayat 181. Maka dari itu, mereka menjadi sangat marah dan benci serta semakin mendorong mereka untuk berlaku tidak beradab kepada Allah dan Rasulullah.[10]

c.       Intimidasi Kaum Yahudi
Ketika Rasulullah tiba di Madinah, datanglah Abdullah bin Salam dengan membawa tiga pertanyaan yang ingin diajukan kepada Nabi. Mendengar jawaban dari Nabi, ia merasa puas dan kemudian bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Bahwa Muhammad utusan Allah. Mengetahui hal itu, pendeta Yahudi berkata “Tidak beriman kepada Muhammad kecuali orang-orang yang jelek dari golongan kami”. Mereka terus mencela siapa saja yang menyatakan ke-Islamannya dan keluar dari kaum yahudi dan mereka akan terus menebarkan keraguan dan menuduhnya sebagai seorang yang batil.

d.      Menyebarkan Berita Dusta mengenai Nabi Muhammad dan Kaum Muslimin
Pada awal hijriah, mereka menyebarkan isu bahwa mereka telah  menyihir kaum muslim supaya mereka tidak dapat memiliki keturunan/melahirkan. Mereka melakukan hal itu untuk memojokkan kaum muslim serta merusak kehidupan baru di lingkungan tempat tinggal Rasulullah. Akan tetapi, hal tersebut tidak terbukti adanya. Setelah beberapa waktu berselang, kaum muslimin merasakan kebahagiaan ketika dilahirkannya seorang anak laki-laki oleh Zubair dari kaum Muhajirin. Ia melahirkan di Quba dan bayi tersebut dibawa kepada Rasulullah agar didoakan. Kemudian beliau mendoakan dan memberkatinya lewat kurma yang telah dikunyah beliau. Dia adalah anak pertama yang dilahirkan dalam suasana Islam di Madinah. Ia bernama Abdullah. Hal ini membuktikan bahwa isu mengenai penyihiran tersebut tidak benar.
e.       Dukungan Golongan Munafik dan Propaganda Mereka
Orang-orang Yahudi di Madinah bersekongkol dengan kaum munafik untuk melawan kaum muslim. Ini akibat pengaruh pemikiran Yahudi terhadap kaum munafik yang semakin menambah kebencian terhadap kaum muslimin. Mereka mengajarkan dasar-dasar serangan, demonstrasi, tipu daya, penyebaran fitnah dan celaan. Hal itu digunakan mereka untuk menambah kekuatan untuk membelot kaum Nabi Muhammad dan memojokkan umatnya agar kembali kepada zaman kejahiliyahan. Ancaman, serangan, dan fitnah terus disebarkan diantara penduduk Madinah. Hal ini dikarenakan mereka khawatir jika umat Islam dapat menyaingi kekuatan kaum Yahudi baik yang di Makkah maupun di Madinah. [11]








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ketika keadaan Makkah sudah sangat tidak  memungkinkan bagi umat muslim untuk meneruskan dakwah, Allah menetapkan Madinah sebagai temoat hijrah. Alasan Allah menetapkan Madinah sebagai tempat hijrah adalah posisinya yang memiliki benteng tempur secara alamiah, tidak disesaki oleh kota-kota terdekat lain dan memiliki kotur tanah yang sesuai untuk perang. Para penduduk Madinah yaitu suku Khazraj dan Aus adalah orang-orang yang berjiwa tegar, ksatria, dan menjunjung harga diri serta kehormatan. Diantara keutamaan Madinah: 1.) Kecintaan dan doa Rasulullah untuk Madinah. 2.) Doa Rasulullah agar Madinah mendapat keberkahan dua kali lipat dari Makkah. 3.) Madinah steril dari Dajjal dan wabah Tha’un. 4.) Tanah suci. 5.) Allah menjaganya dari tangan-tangan jahat, dan masih banyak lagi. Melaui proses baiat dan permintaan dari kaum Yatsrib, akhirnya Nabi Muhammad resmi mengizinkan umatnya hijrah ke Yatsrib untuk memperluas sayap Islam.
Substansi dan strategi dakwah yang diterapkan Nabi di Madinah yaitu: membangun masjid agung di Madinah, penegakan ukhuwah islamiyah, pembuatan piagam perjanjian (Piagam Madinah), serta meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru.
Disetiap dakwah, pastilah ada pihak yang kurang suka terhadap kaum muslimin. Mereka melakukan segala cara untuk menghambat proses dakwah Islam. Mereka berupaya memecah-belah front internal, menyerang dzat Allah, mengintimidasi kaum yahudi yang masuk Islam dan menyebarkan berita dusta mengenai Nabi Muhammad dan kaum muslimin. Hal ini cukup menghambat dakwah Rasulullah di Madinah, tapi bukan berarti menghentikan dakwah Rasulullah, justru hal ini digunakan Nabi untuk menambah keimanannya kepada Allah.



DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shallabi, Ali Muhammad, 2012,  Sejarah Lengkap Rasulullah, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.

Amin ,Samsul Munir, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah.

Yatim, Badri Yatim, 2007, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Al-Mubarakfuri, Syeikh Shafiyurrahman, 2013, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Gema Insani.







[1] Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shallabi, Sejarah Lengkap Rasulullah, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2012) hlm. 423-427
[2] Dr. Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010) hlm. 67
[3] Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shallabi, op., cit., hlm. 406
[4] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007) hlm. 25
[5] Syeikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Gema Insani, 2013) hlm. 130
[6] Dr Badri Yatim, M.A., op. cit., hlm. 26
[7] Syeikh Shafiyyurahman al-Mubarakfury, op., cit., hlm. 131
[8] Dr. Badri Yatim, M.A., op., cit., hlm 69
[9] Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shallabi, op. cit., hlm. 526
[10] Ibid., hlm 529
[11] Ibid., hlm. 534

1 komentar:

  1. Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
    Kaos Islami Dakwah

    Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
    Hati yang Tulus Tak Bisa Direkayasa

    BalasHapus