Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 14 Desember 2016

HUBUNGAN ILMU DAKWAH DENGAN ILMU-ILMU LAIN



HUBUNGAN ILMU DAKWAH DENGAN ILMU-ILMU LAIN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN ILMU DAKWAH DAN PELAKSANAAN DAKWAH
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Dakwah
Dosen Pengampu : Ema Hidayanti, S.Sos.I, M.S.I.




Disusun Oleh :
Ainis Shofwah Mufarriha       (1501046031)
Rofi’atul Azizah                     (1501046024)

PMI-A1

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Dakwah merupakan aktualisasi, yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada tatanan kegiatan individual dan sosio kultural dalam rangka mengesahkan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu. Begitulah pengertian dakwah yang diungkapkan oleh Amrullah Ahmad.
Dalam menjalankan kegiatan dakwah seperti yang telah dimaksudkan dalam pengertiannya, dibutuhkan disiplin ilmu dan teknologi lain yang menunjang dan membantu penyampaian dakwah kepada masyarakat. Ilmu tersebut adalah meliputi ilmu tentang alam dan ilmu tentang manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia yang disebut ilmu-ilmu sosial. Ilmu dan teknologi merupakan produk dari kerja akal dan penalaran serta ketrampilan manusia, yang sangat berguna dalam memakmurkan bumi serta mengembangkan kebudayaan dan peradaban. Melakukan dakwah harus selaras dengan sunatullah untuk menguasai lingkungan sosial manusia. Tanpa pemanfaatan ilmu dan teknologi, dakwah tidak akan berkembang efektif dan bahkan tidak tersampaikannya dakwah kepada masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu dan teknologi dalam pelaksanaan dakwah sangat diperlukan untuk mencapai efektifitas dan efisiensi. Berdakwah dengan tanpa ilmu dan teknologi dapat berarti menyimpang dari sunatullah, sehingga dapat menimbulkan ketidakharmonisan sosial. Menentang sunatullah berarti akan terjadi pembenturan-pembenturan dan tidak terwujudkannya dakwah.
Bertolak dari keterangan diatas, penulis menyusun sebuah makalah yang berisi hubungan ilmu dakwah dengan ilmu yang lain dalam kerangka pengembangan ilmu dakwah dan pelaksanaan dakwah, yang akan dijelaskan hubungan atau keterkaitannya dalam bab pembahasan.

2.      Rumusan Masalah

1.      Apa peran ilmu bantu terhadap ilmu dakwah?
2.      Bagaimana hubungan dan kaitan antara ilmu bantu terhadap ilmu dakwah?










PEMBAHASAN
1.      Peran Ilmu Bantu untuk Ilmu Dakwah
Setiap ilmu pengetahuan pasti memiliki segi estetika dan dinamik. Segi yang terakhir ini merupakan perkembangan ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan tidak mengenal titik berhenti, akan tetapi merupakan proses yang berlangung secara terus-menerus menuju teori yang dikembangkannya. Memang demikianlah suatu ilmu, ia selalu berhubungan atau bahakan saling membutuhkan satu sama lain untuk mengembangkan teorinya. Ia tidak bisa berkembang tanpa bekerjasama dengan ilmu lainnya. Demikian pula dengan ilmu dakwah. Ilmu dakwah juga mengalami keadaan yang demikian. Ilmu dakwah selalu membutuhkan bantuan ilmu-ilmu lainnya didalam memahami objek studi materi dan objek studi formanya. Bentuk kerjasama antar ilmu dakwah dengan ilmu lainnya atau keterkaitan ilmu dakwah dengan ilmu lainnya itu antara lain dapat dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya.

2.      Hubungan Ilmu Dakwah dengan Ilmu-Ilmu Lainnya
a.       Ilmu Dakwah dengan Ilmu Psikologi

Psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Para praktisi dalam bidang psikologi disebut para psikolog.
Memang studi mengenai psikologi dalam kegiatan dakwah belum berkembang di Indonesia. Meskipun demikian, komponen dari perspektif ini sudah dikembangkan, termasuk dalam tadzkir dan tambih sebagai salah satu bentuk dakwah, yaitu “pengingatan” dan “penyadaran” pada diri sendiri. Seorang da’i atau mubaligh yang melakukan “pengingatan” dan “penyadaran” terhadap dirinya sendiri karena terjadi kekhilafan atau kesalahan tanpa disadari, maka terjadi komunikasi atau dakwah secara intrapersona. Dakwah dapat berlangsung tanpa orang lain, melainkan proses itu berjalan dalam diri sendiri. Dialog dengan diri sendiri, dicakup dalam paradigma psikologis, dengan nama komunikasi atau dakwah intrapersona.[1]
Ukuran keberhasilan suatu penyampaian (tabligh) adalah apabila dakwah yang disampaikan oleh seorang da’i kepada mad’u dalam keadaan utuh. Sedangkan ukuran keberhasilan dakwah dalam arti ajakan dakwah adalah manakala mad’u memenuhi ajakan da’i. Tidak jarang seorang da’i yang telah bekerja keras menyampaikan dan mengajak masyarakat kearah kebaikan demai kebahagiaan mereka, justru disalahpahami. Konsep kebaikan pada pikiran dan hati da’i tidak terkomunikasikan dengan baik, sehingga mad’u tidak dapat menangkapnya atau bahkan ditangkap dengan pemahaman sebaliknya. Jika demikian yang terjadi, maka proses dan aktifitas dakwah tidak mengena sasaran. Suatu pesan baru dianggap komunikatif manakala dipahami oleh penerima pesan itu dan untuk menjadikan pesan itu dipahami, kamunikator harus memahami kondisi psikologis orang yang menjadi komunikan.
Dalam banyak hal, Nabi sebagai juru dakwah juga memperhatikan kejiwaan seorang penerima dakwah. Sebagaimana kita mengetahui, Al-Qur’an dalam menerapkan hukum dan ajarannya, tidak dengan serta merta mengabaikan unsur-unsur kejiwaan manusia. Al-Qur’an selalu memperhatikan unsur-unsur kejiwaan seseorang dalam menerapkan suatu hukum. Sebagai contoh adalah perintah tentang pelarangan minuman keras bagi para pemeluk agama Islam. Al-Qur’an tidak langsung mengharamkan minum minuman keras, akan tetapi dilakukan oleh Al-Quir’an secara bertahap. Awalnya dilarang mendekati minuman keras ketika melaksanakan shalat, kemudian diperintahkan untuk menjauhinya. Dan akhirnya dilarang secara keras ketika masyarakat muslim telah siap untuk meninggalkan minum minuman keras. Jelas bahwa ajaran Islam dalam penerapannya juga memperhatikan masalah kejiwaan seseorang. Maka tatkala seorang da’i ingin melakukan aktifitas dakwahnya, ia harus memperhatikan situasi dan kondisi psikologi seseorang yang akan menerima pesan-pesan dakwah. Jika seorang da’i mengabaikan masalah kejiwaan atau psikologi, maka pesan-pesan dakwak yang sebenarnya merupakan ajaran-ajaran suci menjadi tidak memperoleh simpatik dari objek penerima dakwah. [2]

b.      Ilmu Dakwah dengan Ilmu Komunikasi
Komunikasi secara sederhana, dapat didefinisikan sebgai proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan akibat tertentu. Dalam pelaksanaannya, komunikasi dapat dilakukan secara primer (langsung) maupun secara sekunder (tidak langsung). Komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan, yakni panduan pengalaman dan pengertian yang pernah diperoleh oleh komunikan. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktifitas pertukaran ide atau gagasan secara sederhana, dengan demikian kegiatan komunikasi itu dapat dipahami sebagai kegiatan penyampaian pesan atau ide, arti dari satu pihak ke pihak yang lain, dengan tujuan untuk tujuan komunikasi yaitu menghasilkan kesepakatan bersama terhadap ide atau pesan yang disampaikan tersebut. [3]
Pada dasarnya, komunikasi dakwah dapat menggunakan berbagai media yang dapat merangsang indra-indra manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk penerima dakwah. Komunikasi dakwah sebenarnya semakin tepat dan efektif media yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran Islam pada komunikan dakwah.berdasarkan banyaknya, komunikan yang dijadikan sasaran diklasifikasikan menjadi dua yaitu “media massa” dan “media nirmassa”.
Media massa digunakan apabila komunikan berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media yang digunakan biasanya berupa surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop yang beroperasi dalam bidang informasi dakwah. Sedangkan media nirmassa biasanya digunakan dalam komunikasi untuk orang-orang tertentu atau kelompok-kelompok tertentu seperti surat, telepon, sms, telegram, faximile, papan pengumuman, poster, kaset audio, CD, e-mail, dan lain-lain. Semua itu dikategorikan karena tidak mengandung nilai keserempakan dan komunikannya tidak bersifat massal. [4]
Ilmu dakwah dan ilmu komunikasi tidak dapat terpisahkan, karena dalam menyelenggarakan dakwah, seorang da’i harus memiliki media (alat komunikasi) yang digunakan untuk menyampaikan dakwahnya kepada penerima dakwah.
Ilmu komunikasi ini telah banyak memberikan kontribusi terhadap ilmu dakwah sebab ilmu dakwah itu sendiri membahas proses komunikasi yang berisi ajaran Islam dsri seorang atau masyarakat yang lain. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa dakwah adalah suatu bentuk komunikasi dari sekian banyak bentuk komunikasi yang menggunakan ajaran Islam dan dalam pelaksanaannya dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang ada dalam ajarannya. Tentu masih banyak ilmu-ilmu lain yang diperlukan ilmu dakwah dalam operasionalnya maupun untuk pengembangannya. [5]
Fungsi komunikasi secara umum dan jika dikaitkan dengan media pada dasarnya adalah: to inform, to educate dan to influence. Fungsi komunikasi akan terus berkembang selama ilmu komunikasi itu ada. Selama dakwah disampaikan dengan melalui media komunikasi, maka ilmu dakwah akan tetap membutuhkan ilmu komunikasi untuk menyampaikan dakwahnya dan keduanya akan terus berkaitan untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat.
c.       Ilmu Dakwah dengan Ilmu Sosiologi
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang bergantung. Oleh karena itu, manusia tidak bisa hidup secara mandiri dan pasti membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala yang ada dalam kehidupannya. Tidaklah berlebihan jika manusia biasa disebut sebagai makhluk sosial. Dalam menjalani kehidupan sosial tersebut, seseorang memerlukan sebuah fasilitas serta cara untuk membantunya mempermudah dirinya untuk masuk pada ranah sosial tersebut. Interaksi dan komunikasi, merupaka ungkapan yang kemudian dapat menggambarkan cara serta komunikasi tersebut. Secara umum, interaksi merupakan kegiatan yang memungkinkan terjadinya sebuah hubungan antara seseorang dan orang lain, yang kemudian diaktualisasiakan melalui praktek komunikasi. Aktifitas dakwah sejatinya dapat diartikan sebagai proses komunikasi dan interaksi kepada masyarakat. Maka dari itu, ilmu dakwah juga memerlukan ilmu bantu sosiologi untuk dapat berinterkasi dengan masyarakat agar dapat mengkomunikasikan pesan-pesannya secara baik dan benar.
Interaksi sosial dalam proses dakwah  akan menghasilkan terjadinya proses saling mempengaruhi antara satu dan yang lain. Terdapat komponen yang membentuk interaksi sosial, yaitu pelaksanaan dakwah, mitra dakwah, lingkungan dakwah, media dakwah, tujuan dakwah. [6]
Sosiologi, sebagai salah satu ilmu sosial ini menerangkan berbagai macam segi kehidupan individu dan sosial secara detail dan terinci. Oleh karena ilmu ini dapat membantu ilmu dakwah dalam memahami masyarakat tersebut, sebab penyampaian ajaran Islam yang menjadi sarana ilmu dakwah sangat kompleks yang menyangkut segi struktur sosial, proses sosial, interaksi sosial dan perubahan sosial maupun tingkah laku manusia sebagai pribadi sosial dan masalah-masalah kejiwaan lainnya seperti yang dikaji dalam ilmu psikologi dan psikologi sosial.
Menyinggung masalah perubahan sosial yang terdapat dalam sosiologi, aktifitas dakwah juga membutuhkan sebuah ilmu yang mengetahui dan memahami seluk beluk perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Karena pada dasarnya, efek (atsar) dakwah yang juga penting adalah terjadinya perubahan sosial, yaitu perubahan nilai-nilai dan struktur masyarakat. Perubahan sosial itu terjadi antara lain disebabkan oleh adanya gagasan atau ide yang disampaikan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain melalui proses komunikasi.
Setiap pesan dakwah yang disampaikan oleh da’i kepada mad’u selalu dapat mempengaruhi atau mengubah alam pikiran individu dan masyarakat, serta dapat mendorong masyarakat itu melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan sosial yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Perubahan ini akan terjadi jika interaksi dan komunikasi kepada masyarakat dilakukan dengan baik dan benar.
Untuk pelaksanaan dakwah itu sendiri, pengetahuan seorang pelaksana dakwah (da’i) yang luas tentang segi-segi kehidupan individudan sosial tersebut sangat dominan implikasinya dalam menentukan pendekatan dan cara-cara dakwah yang tepat. Tanpa pengetahuan yang demikian ini, dakwah tidak akan mengenal bahkan tidak akan memiliki pengaruh keagamaan yang berarti bagi individu dan masyarakat yang menerimanya. [7]
d.      Ilmu Dakwah dengan Ilmu Retorika
Seringkali retorika disamakan dengan public speaking , yaitu suatu bentuk komunikasi lisan yang disampaikan kepada kelompok orang banyak. Tetapi sebenarnya retorika itu tidak hanya sekedar berbicara dihadapan umum, melainkan ia merupakan suatu gabungan antara seni bicara dan pengetahuan atau suatu masalah tertentu untuk meyakinkan pihak orang banyak melalui pendekatan persuasive. Dikatakan seni karena retorika menuntut ketrampilan dalam penguasaan atas bahasa. Dikatakan pengetahuan disebabkan adanya materi atau masalah tertentu yang harus disampaikan kepada pihak orang lain.
Tujuan retorika adalah meyakinkan pihak lain (penangkap tutur) akan kebenaran kasus yang dituturkan. Etika dalam beretorika yaitu untuk membeberkan kebenaran. Sedangkan ruang lingkup retorika tidak hanya menjangakau masalah pidato saja, akan tetapi jauh lebih luas dari berpidato dan tutur lisan yang lain. Retorika juga mencakup masalah-masalah tutur tertulis. Atau dengan kata lain, ruang lingkup retorika adalah keseluruhan kegiatan masalah bertututr. Fungsi retorika sendiri adalah memberikan bimbingan pada penutur tentang tahap-tahap kegiatan bertutur yaitu, mempersiapkan, menata dan menampilkan tutur yang harus dikerjakan dengan usaha yang sungguh-sungguh.
Adapun tahapan-tahapan kegiatan beretorika yaitu:
§  Tahap persiapan
-          Pemilihan topik tutur
-          Penganalisaan topik tutur atas bagian-bagiannya
-          Penemuan pengulasan gagasan dari topik tutur itu
-          Penggarisan tujuan yang hendak dicapai
-          Penyesuaian dengan penangkap tutur
§  Tahap penataan
-          Menemukan bagian-bagian topik tutur
-          Hubungan antara bagian-bagian topik tutur dengan keseluruhan gagasan
-          Menempatkan ulasan pada posisi yang tepat
-          Menata urusan bagian tutur, seperti penentuan memilih tatanan urutan pembuka, isi dan penutup
§  Tahap penampilan
Pada tahap ini penutur terlibat dengan bahasa dan gaya tutur keseluruhan dari hasil proses  yang terdahulu, diwadahkan kedalam materi bahasa yang tentunya dipilih dan disusun sedemikian rupa sehingga bahasa tersebut mampu mewadahi kebutuhan gagasan dan mampu mengungkapkan kembali gagasan tersebut pada penanggap tutur.
Pertimbangan lain yang harus diperhatikan dalam retorika adalah kemampuan seorang orator dalam hal logika. Hal ini dikarenakan setiap pembicaraan tidak hanya sekedar menyampaikan, tetapi juga dibutuhkan suatu bentuk kesimpulan-kesimpulan agar dengan cara tersebut dapat dihindari suatu kesimpulan yang salah dari pihak khalayak atau pendengarnya. Dengan demikian, hal yang paling dominan dalam retorika adalah:
·         Pengetahuan bahasa
·         Pengetahuan atas materi (message)
·         Kelincahan berlogika
·         Pengetahuan atas jiwa massa
·         Pengetahuan atas sistem sosial budaya masyarakat. (pengetahuan inter disipliner)
Beberapa faktor tersebut merupaka alat pokok yang harus dikuasai oleh seorang orator dalam menyampaikan idea dalam gagasannya. Hal ini disebabkan eratnya kepentingan komunikator dengan pihak komunikan, artinya seorang komunikator harus mampu menjual idenya kepada pihak khalayak dan pihak khalayak merasakan manfaat dari ide tersebut. Untuk itu seorang orator harus mampu memaparkan atau melukiskan ide-idenya sedemikian rupa, sehingga mampu membangkitkan minat (interest) dan kemudian merangsang pihak khalayak untuk mengambil suatu keputusan yang sesuai dengan harapan dari idea yang disampaikan. [8]
Dalam pelaksanaan dakwah, seorang da’i membutuhkan ketrampilan dalam beretorika. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menyampaikan pesan-pesan yang hendak ditujukan kepada masyarakat. Tentu tidak sembarang orang bisa menguasai praktek retorika secara nyata. Dalam beretorika, seorang da’i juga harus menguasai tekhnik, syarat dan hal yang harus dipenuhi, yang terdapat dalam ilmu retorika. Terlihat jelas bahwa ilmu dakwah dan ilmu retorika saling berhubungan dan berkaitan dalam pelaksanaan praktek ilmu dakwah (berdakwah).
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu dakwah merupakan ilmu yang dinamis. Dimana ilmu tersebut selalu dapat berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan masyarakat. Dalam mengembangkan dan melaksanakan prakteknya, ilmu dakwah selalu membutuhkan bantuan ilmu-ilmu lainnya didalam memahami objek studi materi dan objek studi formanya. Ilmu-ilmu seperti ilmu psikologi, ilmu komunikasi, ilmu sosiologi dan ilmu retorika berhubungan erat dengan proses dakwah itu sendiri, yang didalam ilmu dakwah disebut sebagai ilbu bantu. Peran ilmu bantu tersebut dalam praktek dakwah adalah sebagai sarana, alat, ataupun media untuk menyampaikan dakwah. Sehingga maksud dan tujuan dakwah tersampaikan secara baik dan benar kepada mad’u. Ilmu dakwah dan ilmu-ilmu bantunya merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Ilmu psikologi berguna untuk membantu  memahami perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah serta dapat memahami kejiwaan da’i dan mad’u yang dibutuhkan oleh ilmu dakwah.
Ilmu komunikasi, dalam praktek dakwah sendiri berguna untuk menyampaikan dakwah kepada masyarakat sehingga pesan-pesan dan informasinya tersampaikan secara baik dan benar.
Ilmu sosiologi dibutuhkan ilmu dakwah untuk memahami kondisi dan keadaan masyarakat, yang merupakan objek dakwah, karena pesan-pesan dakwah tidak akan tersampaikan apabila da’i tidak mengerti dan tidak memahami mad’u nya.
Ilmu retorika berguna sebagai acuan untuk menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara baik dan benar sehingga maksud yang akan disampaikan oleh da’i tersalurkan.






DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar. 2011. Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Amin , Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta. Amzah.

Ilahi, Wahyu. 2010. Komunikasi Dakwah. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Ali Aziz, Moh. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta. Prenada Media.
Tasmara, Toto. 1997. Komunikasi Dakwah . Jakarta. Gaya Media Pratama.





[1] Prof. Dr. Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2011, hlm 56

[2] Drs. Samsul Munir Amin, M. A., Ilmu Dakwah, Jakarta, Amzah, 2009, hlm 211

[3] Wahyu Ilahi, M.A., Komunikasi Dakwah, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2010, hlm 4
[4] Ibid, hlm 105-106
[5] Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag, Ilmu Dakwah, Jakarta, Prenada Media, 2009, hlm 211
[6] Ibid, hlm 134-135
[7] Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag., Ilmu Dakwah, Jakarta, Prenada Media, 2009, hlm 205-206
[8] Drs. H. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah , Jakarta, Gaya Media Pratama, 1997, hlm 136-137

1 komentar: