HUBUNGAN ILMU
DAKWAH DENGAN ILMU-ILMU LAIN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN ILMU DAKWAH DAN
PELAKSANAAN DAKWAH
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Ilmu Dakwah
Dosen
Pengampu : Ema Hidayanti, S.Sos.I, M.S.I.
Disusun
Oleh :
Ainis
Shofwah Mufarriha (1501046031)
Rofi’atul Azizah (1501046024)
PMI-A1
PENGEMBANGAN
MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dakwah merupakan aktualisasi, yang dimanifestasikan dalam
suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang
dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap,
dan bertindak manusia pada tatanan kegiatan individual dan sosio kultural dalam
rangka mengesahkan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan
cara tertentu. Begitulah pengertian dakwah yang diungkapkan oleh Amrullah Ahmad.
Dalam menjalankan kegiatan dakwah seperti yang telah
dimaksudkan dalam pengertiannya, dibutuhkan disiplin ilmu dan teknologi lain
yang menunjang dan membantu penyampaian dakwah kepada masyarakat. Ilmu tersebut
adalah meliputi ilmu tentang alam dan ilmu tentang manusia dalam hubungannya
dengan sesama manusia yang disebut ilmu-ilmu sosial. Ilmu dan teknologi
merupakan produk dari kerja akal dan penalaran serta ketrampilan manusia, yang
sangat berguna dalam memakmurkan bumi serta mengembangkan kebudayaan dan
peradaban. Melakukan dakwah harus selaras dengan sunatullah untuk menguasai lingkungan sosial manusia. Tanpa
pemanfaatan ilmu dan teknologi, dakwah tidak akan berkembang efektif dan bahkan
tidak tersampaikannya dakwah kepada masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu dan teknologi dalam
pelaksanaan dakwah sangat diperlukan untuk mencapai efektifitas dan efisiensi.
Berdakwah dengan tanpa ilmu dan teknologi dapat berarti menyimpang dari sunatullah, sehingga dapat menimbulkan
ketidakharmonisan sosial. Menentang
sunatullah berarti akan terjadi pembenturan-pembenturan dan tidak
terwujudkannya dakwah.
Bertolak dari keterangan diatas, penulis menyusun sebuah
makalah yang berisi hubungan ilmu dakwah dengan ilmu yang lain dalam kerangka
pengembangan ilmu dakwah dan pelaksanaan dakwah, yang akan dijelaskan hubungan
atau keterkaitannya dalam bab pembahasan.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa peran
ilmu bantu terhadap ilmu dakwah?
2. Bagaimana hubungan dan kaitan antara ilmu bantu terhadap
ilmu dakwah?
PEMBAHASAN
1. Peran Ilmu Bantu untuk Ilmu Dakwah
Setiap ilmu pengetahuan pasti
memiliki segi estetika dan dinamik. Segi yang terakhir ini merupakan
perkembangan ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan tidak mengenal titik
berhenti, akan tetapi merupakan proses yang berlangung secara terus-menerus
menuju teori yang dikembangkannya. Memang demikianlah suatu ilmu, ia selalu
berhubungan atau bahakan saling membutuhkan satu sama lain untuk mengembangkan
teorinya. Ia tidak bisa berkembang tanpa bekerjasama dengan ilmu lainnya. Demikian
pula dengan ilmu dakwah. Ilmu dakwah juga mengalami keadaan yang demikian. Ilmu
dakwah selalu membutuhkan bantuan ilmu-ilmu lainnya didalam memahami objek
studi materi dan objek studi formanya. Bentuk kerjasama antar ilmu dakwah
dengan ilmu lainnya atau keterkaitan ilmu dakwah dengan ilmu lainnya itu antara
lain dapat dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya.
2.
Hubungan
Ilmu Dakwah dengan Ilmu-Ilmu Lainnya
a.
Ilmu Dakwah
dengan Ilmu Psikologi
Psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang
mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Para
praktisi dalam bidang psikologi disebut para psikolog.
Memang studi mengenai psikologi dalam kegiatan dakwah belum berkembang di
Indonesia. Meskipun demikian, komponen dari perspektif ini sudah dikembangkan,
termasuk dalam tadzkir dan tambih sebagai salah satu bentuk dakwah,
yaitu “pengingatan” dan “penyadaran” pada diri sendiri. Seorang da’i atau
mubaligh yang melakukan “pengingatan” dan “penyadaran” terhadap dirinya sendiri
karena terjadi kekhilafan atau kesalahan tanpa disadari, maka terjadi
komunikasi atau dakwah secara intrapersona. Dakwah dapat berlangsung tanpa
orang lain, melainkan proses itu berjalan dalam diri sendiri. Dialog dengan
diri sendiri, dicakup dalam paradigma psikologis, dengan nama komunikasi atau
dakwah intrapersona.[1]
Ukuran keberhasilan suatu penyampaian (tabligh)
adalah apabila dakwah yang disampaikan oleh seorang da’i kepada mad’u dalam
keadaan utuh. Sedangkan ukuran keberhasilan dakwah dalam arti ajakan dakwah
adalah manakala mad’u memenuhi ajakan da’i. Tidak jarang seorang da’i yang
telah bekerja keras menyampaikan dan mengajak masyarakat kearah kebaikan demai
kebahagiaan mereka, justru disalahpahami. Konsep kebaikan pada pikiran dan hati
da’i tidak terkomunikasikan dengan baik, sehingga mad’u tidak dapat menangkapnya
atau bahkan ditangkap dengan pemahaman sebaliknya. Jika demikian yang terjadi,
maka proses dan aktifitas dakwah tidak mengena sasaran. Suatu pesan baru
dianggap komunikatif manakala dipahami oleh penerima pesan itu dan untuk
menjadikan pesan itu dipahami, kamunikator harus memahami kondisi psikologis
orang yang menjadi komunikan.
Dalam banyak hal, Nabi sebagai juru dakwah juga memperhatikan kejiwaan
seorang penerima dakwah. Sebagaimana kita mengetahui, Al-Qur’an dalam
menerapkan hukum dan ajarannya, tidak dengan serta merta mengabaikan
unsur-unsur kejiwaan manusia. Al-Qur’an selalu memperhatikan unsur-unsur
kejiwaan seseorang dalam menerapkan suatu hukum. Sebagai contoh adalah perintah
tentang pelarangan minuman keras bagi para pemeluk agama Islam. Al-Qur’an tidak
langsung mengharamkan minum minuman keras, akan tetapi dilakukan oleh
Al-Quir’an secara bertahap. Awalnya dilarang mendekati minuman keras ketika
melaksanakan shalat, kemudian diperintahkan untuk menjauhinya. Dan akhirnya
dilarang secara keras ketika masyarakat muslim telah siap untuk meninggalkan
minum minuman keras. Jelas bahwa ajaran Islam dalam penerapannya juga
memperhatikan masalah kejiwaan seseorang. Maka tatkala seorang da’i ingin
melakukan aktifitas dakwahnya, ia harus memperhatikan situasi dan kondisi
psikologi seseorang yang akan menerima pesan-pesan dakwah. Jika seorang da’i
mengabaikan masalah kejiwaan atau psikologi, maka pesan-pesan dakwak yang
sebenarnya merupakan ajaran-ajaran suci menjadi tidak memperoleh simpatik dari
objek penerima dakwah. [2]
b. Ilmu Dakwah dengan Ilmu Komunikasi
Komunikasi secara sederhana,
dapat didefinisikan sebgai proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan akibat tertentu. Dalam pelaksanaannya,
komunikasi dapat dilakukan secara primer (langsung) maupun secara sekunder
(tidak langsung). Komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh
komunikator cocok dengan kerangka acuan, yakni panduan pengalaman dan pengertian
yang pernah diperoleh oleh komunikan. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya
adalah aktifitas pertukaran ide atau gagasan secara sederhana, dengan demikian
kegiatan komunikasi itu dapat dipahami sebagai kegiatan penyampaian pesan atau
ide, arti dari satu pihak ke pihak yang lain, dengan tujuan untuk tujuan
komunikasi yaitu menghasilkan kesepakatan bersama terhadap ide atau pesan yang
disampaikan tersebut. [3]
Pada dasarnya, komunikasi
dakwah dapat menggunakan berbagai media yang dapat merangsang indra-indra manusia
serta dapat menimbulkan perhatian untuk penerima dakwah. Komunikasi dakwah
sebenarnya semakin tepat dan efektif media yang dipakai semakin efektif pula
upaya pemahaman ajaran Islam pada komunikan dakwah.berdasarkan banyaknya,
komunikan yang dijadikan sasaran diklasifikasikan menjadi dua yaitu “media
massa” dan “media nirmassa”.
Media massa digunakan apabila
komunikan berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media yang digunakan
biasanya berupa surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop yang beroperasi
dalam bidang informasi dakwah. Sedangkan media nirmassa biasanya digunakan
dalam komunikasi untuk orang-orang tertentu atau kelompok-kelompok tertentu
seperti surat, telepon, sms, telegram, faximile, papan pengumuman, poster,
kaset audio, CD, e-mail, dan
lain-lain. Semua itu dikategorikan karena tidak mengandung nilai keserempakan
dan komunikannya tidak bersifat massal. [4]
Ilmu dakwah dan ilmu komunikasi
tidak dapat terpisahkan, karena dalam menyelenggarakan dakwah, seorang da’i
harus memiliki media (alat komunikasi) yang digunakan untuk menyampaikan
dakwahnya kepada penerima dakwah.
Ilmu komunikasi ini telah
banyak memberikan kontribusi terhadap ilmu dakwah sebab ilmu dakwah itu sendiri
membahas proses komunikasi yang berisi ajaran Islam dsri seorang atau
masyarakat yang lain. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa dakwah adalah
suatu bentuk komunikasi dari sekian banyak bentuk komunikasi yang menggunakan
ajaran Islam dan dalam pelaksanaannya dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang
ada dalam ajarannya. Tentu masih banyak ilmu-ilmu lain yang diperlukan ilmu
dakwah dalam operasionalnya maupun untuk pengembangannya. [5]
Fungsi komunikasi secara umum
dan jika dikaitkan dengan media pada dasarnya adalah: to inform, to educate dan to influence. Fungsi komunikasi akan
terus berkembang selama ilmu komunikasi itu ada. Selama dakwah disampaikan
dengan melalui media komunikasi, maka ilmu dakwah akan tetap membutuhkan ilmu
komunikasi untuk menyampaikan dakwahnya dan keduanya akan terus berkaitan untuk
menyampaikan pesan kepada masyarakat.
c. Ilmu Dakwah dengan Ilmu Sosiologi
Pada dasarnya, manusia adalah
makhluk yang bergantung. Oleh karena itu, manusia tidak bisa hidup secara
mandiri dan pasti membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala yang ada dalam
kehidupannya. Tidaklah berlebihan jika manusia biasa disebut sebagai makhluk
sosial. Dalam menjalani kehidupan sosial tersebut, seseorang memerlukan sebuah
fasilitas serta cara untuk membantunya mempermudah dirinya untuk masuk pada
ranah sosial tersebut. Interaksi dan komunikasi, merupaka ungkapan yang
kemudian dapat menggambarkan cara serta komunikasi tersebut. Secara umum,
interaksi merupakan kegiatan yang memungkinkan terjadinya sebuah hubungan
antara seseorang dan orang lain, yang kemudian diaktualisasiakan melalui
praktek komunikasi. Aktifitas dakwah sejatinya dapat diartikan sebagai proses
komunikasi dan interaksi kepada masyarakat. Maka dari itu, ilmu dakwah juga
memerlukan ilmu bantu sosiologi untuk dapat berinterkasi dengan masyarakat agar
dapat mengkomunikasikan pesan-pesannya secara baik dan benar.
Interaksi sosial dalam proses
dakwah akan menghasilkan terjadinya
proses saling mempengaruhi antara satu dan yang lain. Terdapat komponen yang
membentuk interaksi sosial, yaitu pelaksanaan dakwah, mitra dakwah, lingkungan
dakwah, media dakwah, tujuan dakwah. [6]
Sosiologi, sebagai salah satu
ilmu sosial ini menerangkan berbagai macam segi kehidupan individu dan sosial
secara detail dan terinci. Oleh karena ilmu ini dapat membantu ilmu dakwah
dalam memahami masyarakat tersebut, sebab penyampaian ajaran Islam yang menjadi
sarana ilmu dakwah sangat kompleks yang menyangkut segi struktur sosial, proses
sosial, interaksi sosial dan perubahan sosial maupun tingkah laku manusia
sebagai pribadi sosial dan masalah-masalah kejiwaan lainnya seperti yang dikaji
dalam ilmu psikologi dan psikologi sosial.
Menyinggung masalah perubahan
sosial yang terdapat dalam sosiologi, aktifitas dakwah juga membutuhkan sebuah
ilmu yang mengetahui dan memahami seluk beluk perubahan sosial yang terjadi
dalam masyarakat. Karena pada dasarnya, efek (atsar) dakwah yang juga penting
adalah terjadinya perubahan sosial, yaitu perubahan nilai-nilai dan struktur masyarakat.
Perubahan sosial itu terjadi antara lain disebabkan oleh adanya gagasan atau
ide yang disampaikan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain melalui
proses komunikasi.
Setiap pesan dakwah yang
disampaikan oleh da’i kepada mad’u selalu dapat mempengaruhi atau mengubah alam
pikiran individu dan masyarakat, serta dapat mendorong masyarakat itu melakukan
atau tidak melakukan sesuatu tindakan sosial yang dapat menyebabkan terjadinya
perubahan sosial. Perubahan ini akan terjadi jika interaksi dan komunikasi
kepada masyarakat dilakukan dengan baik dan benar.
Untuk pelaksanaan dakwah itu
sendiri, pengetahuan seorang pelaksana dakwah (da’i) yang luas tentang
segi-segi kehidupan individudan sosial tersebut sangat dominan implikasinya
dalam menentukan pendekatan dan cara-cara dakwah yang tepat. Tanpa pengetahuan
yang demikian ini, dakwah tidak akan mengenal bahkan tidak akan memiliki
pengaruh keagamaan yang berarti bagi individu dan masyarakat yang menerimanya. [7]
d. Ilmu Dakwah dengan Ilmu Retorika
Seringkali retorika disamakan
dengan public speaking , yaitu suatu
bentuk komunikasi lisan yang disampaikan kepada kelompok orang banyak. Tetapi
sebenarnya retorika itu tidak hanya sekedar berbicara dihadapan umum, melainkan
ia merupakan suatu gabungan antara seni bicara dan pengetahuan atau suatu
masalah tertentu untuk meyakinkan pihak orang banyak melalui pendekatan
persuasive. Dikatakan seni karena retorika menuntut ketrampilan dalam
penguasaan atas bahasa. Dikatakan pengetahuan disebabkan adanya materi atau
masalah tertentu yang harus disampaikan kepada pihak orang lain.
Tujuan retorika adalah
meyakinkan pihak lain (penangkap tutur) akan kebenaran kasus yang dituturkan.
Etika dalam beretorika yaitu untuk membeberkan kebenaran. Sedangkan ruang
lingkup retorika tidak hanya menjangakau masalah pidato saja, akan tetapi jauh lebih
luas dari berpidato dan tutur lisan yang lain. Retorika juga mencakup
masalah-masalah tutur tertulis. Atau dengan kata lain, ruang lingkup retorika
adalah keseluruhan kegiatan masalah bertututr. Fungsi retorika sendiri adalah
memberikan bimbingan pada penutur tentang tahap-tahap kegiatan bertutur yaitu,
mempersiapkan, menata dan menampilkan tutur yang harus dikerjakan dengan usaha
yang sungguh-sungguh.
Adapun tahapan-tahapan kegiatan
beretorika yaitu:
§ Tahap persiapan
-
Pemilihan
topik tutur
-
Penganalisaan
topik tutur atas bagian-bagiannya
-
Penemuan
pengulasan gagasan dari topik tutur itu
-
Penggarisan
tujuan yang hendak dicapai
-
Penyesuaian
dengan penangkap tutur
§ Tahap penataan
-
Menemukan
bagian-bagian topik tutur
-
Hubungan
antara bagian-bagian topik tutur dengan keseluruhan gagasan
-
Menempatkan
ulasan pada posisi yang tepat
-
Menata
urusan bagian tutur, seperti penentuan memilih tatanan urutan pembuka, isi dan
penutup
§ Tahap penampilan
Pada tahap ini penutur terlibat
dengan bahasa dan gaya tutur keseluruhan dari hasil proses yang terdahulu, diwadahkan kedalam materi
bahasa yang tentunya dipilih dan disusun sedemikian rupa sehingga bahasa
tersebut mampu mewadahi kebutuhan gagasan dan mampu mengungkapkan kembali
gagasan tersebut pada penanggap tutur.
Pertimbangan lain yang harus
diperhatikan dalam retorika adalah kemampuan seorang orator dalam hal logika.
Hal ini dikarenakan setiap pembicaraan tidak hanya sekedar menyampaikan, tetapi
juga dibutuhkan suatu bentuk kesimpulan-kesimpulan agar dengan cara tersebut
dapat dihindari suatu kesimpulan yang salah dari pihak khalayak atau
pendengarnya. Dengan demikian, hal yang paling dominan dalam retorika adalah:
·
Pengetahuan
bahasa
·
Pengetahuan
atas materi (message)
·
Kelincahan
berlogika
·
Pengetahuan
atas jiwa massa
·
Pengetahuan
atas sistem sosial budaya masyarakat. (pengetahuan inter disipliner)
Beberapa faktor tersebut
merupaka alat pokok yang harus dikuasai oleh seorang orator dalam menyampaikan
idea dalam gagasannya. Hal ini disebabkan eratnya kepentingan komunikator
dengan pihak komunikan, artinya seorang komunikator harus mampu menjual idenya
kepada pihak khalayak dan pihak khalayak merasakan manfaat dari ide tersebut.
Untuk itu seorang orator harus mampu memaparkan atau melukiskan ide-idenya
sedemikian rupa, sehingga mampu membangkitkan minat (interest) dan kemudian merangsang pihak khalayak untuk mengambil
suatu keputusan yang sesuai dengan harapan dari idea yang disampaikan. [8]
Dalam pelaksanaan dakwah,
seorang da’i membutuhkan ketrampilan dalam beretorika. Hal ini sangat
dibutuhkan untuk menyampaikan pesan-pesan yang hendak ditujukan kepada
masyarakat. Tentu tidak sembarang orang bisa menguasai praktek retorika secara
nyata. Dalam beretorika, seorang da’i juga harus menguasai tekhnik, syarat dan
hal yang harus dipenuhi, yang terdapat dalam ilmu retorika. Terlihat jelas
bahwa ilmu dakwah dan ilmu retorika saling berhubungan dan berkaitan dalam
pelaksanaan praktek ilmu dakwah (berdakwah).
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu dakwah merupakan ilmu yang
dinamis. Dimana ilmu tersebut selalu dapat berubah dan berkembang sesuai dengan
perubahan masyarakat. Dalam mengembangkan dan melaksanakan prakteknya, ilmu
dakwah selalu membutuhkan bantuan ilmu-ilmu lainnya didalam memahami objek
studi materi dan objek studi formanya. Ilmu-ilmu seperti ilmu psikologi, ilmu
komunikasi, ilmu sosiologi dan ilmu retorika berhubungan erat dengan proses
dakwah itu sendiri, yang didalam ilmu dakwah disebut sebagai ilbu bantu. Peran
ilmu bantu tersebut dalam praktek dakwah adalah sebagai sarana, alat, ataupun
media untuk menyampaikan dakwah. Sehingga maksud dan tujuan dakwah tersampaikan
secara baik dan benar kepada mad’u. Ilmu dakwah dan ilmu-ilmu bantunya
merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Ilmu psikologi berguna untuk
membantu memahami perilaku dan fungsi
mental manusia secara ilmiah serta dapat memahami kejiwaan da’i dan mad’u yang
dibutuhkan oleh ilmu dakwah.
Ilmu komunikasi, dalam praktek
dakwah sendiri berguna untuk menyampaikan dakwah kepada masyarakat sehingga
pesan-pesan dan informasinya tersampaikan secara baik dan benar.
Ilmu sosiologi dibutuhkan ilmu
dakwah untuk memahami kondisi dan keadaan masyarakat, yang merupakan objek
dakwah, karena pesan-pesan dakwah tidak akan tersampaikan apabila da’i tidak
mengerti dan tidak memahami mad’u nya.
Ilmu retorika berguna sebagai
acuan untuk menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara baik dan benar
sehingga maksud yang akan disampaikan oleh da’i tersalurkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2011. Dakwah
Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Amin , Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta. Amzah.
Ilahi, Wahyu. 2010. Komunikasi
Dakwah.
Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Ali Aziz, Moh. 2009. Ilmu
Dakwah. Jakarta. Prenada Media.
Tasmara, Toto. 1997. Komunikasi
Dakwah . Jakarta. Gaya Media Pratama.
thanks, semoga berkah
BalasHapus