EMILE
DURKHEIM
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Sosiologi
Dosen
Pengampu : Suprihatiningsih, S.Ag., M.Si.
Disusun
oleh :
Latifah (121211058)
Nandi Setiawan (1501046004)
Ainis Shofwah Mufarriha (1501046031)
JURUSAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sosiologi
berasal dari bahasa Latin yaitu “socius” yang berarti teman dan “logos” yang
berarti ilmu pengetahuan. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemandi dalam bukunya
yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi mengatakan bahwa sosiologi
adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari tentang struktur sosial dan
proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial.
Sosiologi
adalah ilmu dasar yang mutlak diperlukan untuk mengkaji masyarakat. Sosiologi
sendiri awalnya merupakan bagian dari filsafat (induk ilmu pengetahuan; Mother
of Scientarium). Sosiologi baru muncul pada abad ke-19 sebagai ilmu yang
mepelajari masyarakat, berdampingan denga psikologi yang mempelajari perilaku
dan sifat-sifat manusia.
Klaim dari
disiplin ilmu psikologi dan filsafat yang menganggap bahwa dimensi dalam
sosiologi sudah tercakup dalam disiplin ilmunya, ingin dipatahkan oleh Durkheim
melalui pemikiran-pemikirannya yang keseluruhan didasarkan dari pengalaman
empiris yang berupa pendekatan dan pengamatan.
Begitu
kompleksnya permasalahan Durkheim dalam mengubah pemikiran lama mengenai
sosiologi mendorong penulis untuk mengkajinya lebih lanjut melalui makalah ini.
Pemikiran-pemikiran Durkheim, teori-teori dan studinya akan dijelaskan pada
bagian pembahasan. Tak hanya itu juga, penulis melengkapinya dengan menambahkan
biografi serta karya-karya yang pernah Durkheim lahirkan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
biografi dari Emile Durkheim?
2.
Apa dasar-dasar
yang membuat Emile Durkheim ingin mejadikan sosiologi sebagai suatu ilmu?
3.
Apa pemikiran
Emile Durkheim dalam The Rules of Sociological Method?
4.
Apa
itu The Division of Labor in Society yang digalakkan oleh Durkheim?
5.
Bagaimana
isi studi Durkheim mengenai Suicide (bunuh diri)?
6.
Apa
pemikiran Durkheim dalam The Elementary Forms of Religious Life?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Emile Durkheim
Emile Durkheim
lahir pada 15 april 1858, di Epinal, Prancis. Ayahnya adalah petinggi Yahudi. Dia
adalah keturunan dari suatu garis panjang pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar
untuk menjadi seorang rabbi (pendeta). Tetapi ketika berumur 10 tahun ia
menolak menjadi pendeta. Sejak saat itu, perhatiannya terhadap agama lebih
bersifat akademis daripada theologis. Ia bukan hanya kecewa terhadap pendidikan
agama, tetapi juga pendidikan umumnya dan banyak memberi perhatian terhadap
masalah kesusastraan dan estetika. Ia juga mendalami metodologi ilmiah dan
prinsip moral yang diperlukan untuk menuntun kehidupan sosial. Ia berupaya
mendapatkan pendidikan ilmiah yang dapat
disumbangkan untuk pedoman moral masyarakat. Meski ia tertarik pada sosiologi
ilmiah tetapi pada saat itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga antara
1882-1887 ia mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris.[1]
Hasratnya
terhadap ilmu semakin besar ketika dalam perjalanannya ke Jerman ia berkenalan
dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh William Wundt. Beberapa tahun
setelah kunjungannya ke Jerman, Durkheim menerbitkan sejumlah buku dintaranya
adalah tentang pengalamannya di Jerman yang membantu Durkheim mendapatkan
jabatan di jurusan Filsafat Universitas Bordeaux tahun 1887. Tahun-tahun
berikutnya ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi. Sekitar tahun 1896 ia
menjadi profesor penuh di Universitas Sorbonne yang terkenal di Perancis, dan
tahun 1906 ia menjadi profesor ilmu pendidikan dan pada 1913 titel ini dirubah
menjadi profesor ilmu pendidikan dan sosiologi.
Durkheim
menaruh perhatian mendalam seumur hidupnya terhadap moralitas dan krisis moral
yang dihadapi masyarakat karena perbaikan moral tidak dapat dilakukan dengan
cepat dan mudah. Durkheim berpengaruh besar tehadap pembangunan sosiologi,
tetapi pengaruhnya tak hanya terbatas pada sosiologi saja. Secara poltik,
Durkheim adalah seorang liberal, tetapi secar intelektual, ia lebih condong ke
konservatif.
Durkheim
meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang figur termashyur di lingkaran intelektual
Prancis. Karya Durkheim baru mulai mempengaruhi sosiologi Amerika dua puluh
tahun setelah kematiannya, yakni dengan penerbitan The Structure of Social
Action (1937) karya Talcott Parsons.[2]
Karya-Karya Emile Durkheim:
1.
Buku
metodologi utamanya, The Rules of Sociological Method, terbit tahun 1895
yang mengulas fakta-fakta sosial.
2.
Pada
1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya yang berbahasa Prancis, The
Devision of Labor in Society, yang di dalamnya ia ingin melacak
perkembangan relasi modern diantara para individu dan masyarakat, serta
tesisnya yang berbahasa Latin mengenai Montesquieu.
3.
Di
dalam Suicide (1897), Durkheim memberikan alasan bahwa ia dapat
menghubungkan perilaku seorang individu seperti bunuh diri dengan sebab-sebab
sosial (fakta-fakta sosial).
4.
Karyanya
yang sangat terkenal lainnya, The Elementary Forms of Religious Life
yang membahas sosiologi agama, bahwa semua agama membedakan hal-hal yang
dianggap sakral dan yang dianggap profan serta teori pengetahuan
yang diterbitkan pada 1912 dan diterbitkan dalam bahasa Prancis.[3]
B.
Dasar-dasar Pemikiran Email Durkheim
Kita hidup
dalam masyarakat yang cenderung melihat segala sesuatu sebagai hal yang dapat
dikaitkan dengan para individu, bahkan masalah-masalah sosial. Seseorang yang
mengakui pentingnya masyarakat cenderung melihat masyarakat sebagai entitas
tidak berbentuk yang dipahami secara langsung tanpa harus mempelajarinya secara
ilmiah. Disini Durkheim memberikan pendekatan yang bertentangan. Bagi Durkheim,
masyarakat terdiri dari “fakta-fakta sosial” yang harus diselidiki melalui
pengamatan dan pengukuran.
Meskipun
istilah sosiologi telah diciptakan beberapa tahun sebelumnya oleh Auguste
Comte, tidak ada bidang yang mempelajari sosiologi tersendiri di
universitas-universitas ada akhir abad kesembilan belas. Tidak ada sekolah,
departemen, maupun profesor sosiologi. Ada pelawanan-perlawanan kuat yang
datang dari disiplin-disiplin yang sudah ada terhadap pendirian Durkheim
tentang sosiologi yang datang dari psikologi dan filsafat, dua bidang yang
mengklaim sudah mencakup domain yang diusahakan oleh sosiologi. Comte dan
Spencer yang menganggap dirinya sosiolog pada saat itu jauh lebih tertarik
berfilsafat, berteori abstrak, daripada mempelajari dunia sosial secara
empiris.
Untuk
memisahkan dari psikologi dan filsafat, Durkheim berargumen bahwa sosiologi
harus diorientasikan kepada riset empiris. Ia membantu sosiologi menjauhkan
diri dari filsafat dan psikologi untuk memberinya suatu identitas yang jelas
dan terpisah. Durkheim mengusulkan agar pokok masalah sosiologi yang khas
harusnya ialah mempelajari fakta-fakta sosial.
Durkheim adalah
salah seorang yang mempelopori perkembangan sosiologi. Menurutnya, sosiologi
meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial sehingga ia
menekankan pentingnya penelitian perbandingan karena sosiologi merupakan ilmu
mengenal masyarakat. Dalam sebuah majalah sosiologi yang pertama, yaitu L’anne
Sociologique, ia telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai
lembaga dalam masyarakat dan proses sosial.[4]
Selanjutnya,
Durkheim membagi sosiologi kedalam tujuh bagian, yaitu:
1.
Sosiologi
umum yang pembahasannya meliputi kepribadian individu dan kelompok manusia.
2.
Sosiologi
agama yang membahas perilaku para penganut agama yang terdiferensiasi atau
terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok agama yang berbeda-beda.
3.
Sosiologi
yang mebahas tentang perilaku kejahatan baik kejahatan secara individual maupun
secara kelompok.
4.
Sosiologi
hukum dan moral yang dominansi bahasan didalamnya adalah tentang organisasi
politik, sosial, perkawinan, dan keluarga.
5.
Sosiologi
ekonomi yang bahasan materinya mencakup ukuran-ukuran penelitian dan kelompok
kerja.
6.
Sosiologi
yang membahas perilaku masyarakat perkotaan atau (urban society) dan
perilaku masyarakat pedesaan atau (rural society).
7.
Sosiologi
estetika, yang pokok bahasannya mencakup karya seni dan budaya.[5]
C.
The Rules of Sociological Method
Durkheim
menggambarkan konsepsi yang khas mengenai masalah pokok sosiologi dan kemudian
mengujinya didalam studi empiris. Didalam The Rules of Sociological Method, Durkheim
berargumen bahwa mempelajari apa yang disebut fakta-fakta sosial adalah tugas
istimewa sosiologi. Dia memahami fakta-fakta sosial sebagai kekuatan dan
struktur yang bersifat eksternal dan memaksa kepada individu.[6]
Durkheim
sendiri memberi beberapa contoh mengenai fakta-fakta sosial, termasuk aturan
hukum, kewajiban moral, dan konvensi sosial. Contoh fakta sosial salah satunya
adalah bahasa. Mengapa? Pertama, bahasa adalah suatu “benda” yang harus
dipelajari secara empiris. Maksudnya, bahasa itu dipelajari melaui pengamatan
kita tehadap tata bahasa, pengucapan, pengejaan dan sebagainya. Kedua,
bahasa bersifat eksternal bagi individu. Maksudnya, bahasa bukanlah buatan
hanya dari satu individu saja, melainkan kesepakatan bersama hingga bisa
terjadi komunikasi. Ketiga, bahasa bersifat memaksa individu, yaitu
memaksa untuk menggunakannya meski membuat beberapa hal teramat sulit untuk
dikatakan.
Fakta-fakta
sosial dapat dibedakan menjadi dua tipe. Yaitu fakta sosial material dan
nonmaterial. Bagian terbesar studi-studi Durekhim, jantung sosiologinya
terletak dalam studi fakta-fakta sosial nonmaterial (misal kultur, institusi
sosial). Pada fakta-fakta sosial material (misal hukum, birokrasi), lebih mudah
diamati dan dimengerti secara langsung seperti hukum pidana dan bentuk-bentuk
teknologi. Apa yang kini disebut para sosiolog sebagai norma-norma dan
nilai-nilai, atau secara lebih umum kebudayaan adalah contoh mengenai apa yang
dimaksud Durekhim sebagai fakta sosial nonmaterial.
Tipe-tipe
fakta-fakta sosial nonmaterial:
Moralitas
Emile Durkheim
yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain, bahwa moralitas
dapat dipelajari secara empiris. Hal itu berarti bahwa moralitas bukanlah
sesuatu yang dapat difilsafati, tetapi sebagai suatu fenomena empiris. Hal ini
khususnya benar karena moralitas berhubungan erat dengan struktur sosial.
Durkheim tidak menganggap bahwa masyarakat telah menjadi, atau sedang terancam
menjadi tidak bermoral. Maksudnya, masyarakat tidak mungkin tidak bermoral,
hanya saja dapat kehilangan moralnya jika kepentingan kelompok dirubah menjadi
kepentingan individu.
Nurani Kolektif
Durkheim
menyebut nurani kolektif sebagai totalitas kepercayaan yang lazim bagi
rata-rata warga dari masyarakat yang sama. Nurani kolektif mengacu kepada
struktur umum pengertian-pengertian, norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan
yang diyakini bersama. Durkheim menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa
masyarakat “primitif” mempunyai nurani kolektif yang lebih kuat daripada
masyarakat modern.
Representasi
Kolektif
Dalam bahasa
Prancis, representation berarti “ide”. Durkheim menggunakan istilah itu
untuk mengacu baik kepada suatu konsep kolektif maupun “kekuatan” sosial.
Contohnya, simbol-simbol agamis, mitos-mitos, dan legenda-legenda populer.
Semua itu adalah cara-cara masyarakat mencerminkan diri sendiri. Mereka
menggambarkan kepercayaan-kepercayaan, norma-norma, nilai-nilai kolektif dan
merkea mendorong kita untuk menyesuaikan diri pada klaim-klaim kolektif itu.
Arus Sosial
Sebagian besar
fakta-fakta sosial yang diacu Durkheim adalah yang berkitan dengan
organisasi-organisasi sosial. Akan tetapi, dia menjelaskan ada fakta-fakta
sosial yang tidak menggambarkan dirinya dalam bentuk “yang sudah
dikristalisasi”. Ia menyebutnya dengan arus-arus sosial. Contohnya, gelombang
semangat, kemarahan, dan rasa kasihan”[7]
D.
The Division of Labor in Society
Dalam buku ini
perhatiannya tertuju pada upaya membuat analisis komparatif mengenai apa yang
memebuat masyarakat bisa dikatakan dalam keadaan primitif atau modern. Ia
menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh fakta sosial
nonmaterial, khususnya ikatan moralitas bersama, atau biasa disebut kesadaran
kolektif yang kuat. Secara khusus, karya ini digunakan Durkheim untuk memeriksa
moralitas modern yang terjadi di Prancis. Karena pada saat itu, terdapat
pembagian kerja yang semakin bertambah yang menyebabkan ada perasaan krisis
moral yang tersebar luas, bahwa tatanan sosial terancam akibat orang hanya
memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan masyarakat. Dari situ tampak bahwa
ada suatu kebutuhan ekonomis berupa pembagian kerja yang merusak perasaan
solidaritas.
Mekanik dan organik. Suatu masyarakat
dicirikan mekanis apabila semua orang adalah generalis. Mereka terlibat
dalam kegiatan yang mirip dan tanggung jawab yang mirip, sehingga memiliki
nurani kolektif yang kuat. Sebaliknya, solidaritas organik, semua orang memiliki
tugas dan tanggung jawab yang berbeda, sehingga memiliki nurani kolektif yang
lebih lemah
E.
Suicide
Studi Durkheim
mengenai bunuh diri adalah contoh paradigmatik mengenai cara bahwa seorang
sosiolog harus menghubungkan teori dengan riset. Alasannya untuk mempelajari
bunuh diri adalah untuk membuktikan kekuatan ilmu sosiologi yang masih baru. Durkheim
berpendapat bahwa jika ia dapat menghubungkan perilaku bunuh diri dengan
sebab-sebab sosial (fakta-fakta sosial), dia akan menghasilkan alasan yang
meyakinkan akan pentingnya sosiologi.
Durkheim tidak
meneliti mengapa individu A atau B melakukan bunuh diri, karena hal itu akan
dipelajari pada psikologi, melainkan ia lebih berminat pada sebab-sebab perbedaan
angka bunuh diri di kalangan kelompok-kelompok, wilayah-wilayah dan
negara-negara. Argumen dasarnya adalah perubahan pada fakta sosiallah yang
menyebabkan seorang melakukan bunuh diri. Misalnya, depresi ekonomi yang akan
menyebabkan depresi kolektif yang pada akhirnya akan menyebabkan meningkatnya
angka bunuh diri.
Teori bunuh
diri Durkheim dapat dilihat lebih jelas jika diperiksa hubungan antara tipe
bunuh diri dengan kedua fakta sosial yang mendasarinya yaitu integrasi dan
regulasi. Integrasi mengacu kepada kekuatan keterikatan yang dimiliki pada
masyarakat. Regulasi mengacu pada derajat paksaan eksternal pada masyarakat.
Tipe-tipe bunuh
diri
-
Bunuh
diri Egostik. Bunuh diri ini disebabkan tidak terintegrasinya individu dengan
baik kedalam unit sosial yang lebih besar. Kurangnya integrasi ini menyebabkan
timbulnya perasaan bahwa individu tersebut bukan bagian dari masyarakat
(terkucilkan).
-
Bunuh
diri Altruistik. Bunuh diri ini disebabkan terlalu kuatnya integrasi sosial.
Individu dipaksa untuk bunuh diri. Mereka merasa bahwa bunuh diri itu adalah
tugas. Sebagai contoh, bunuh diri massal para pengikut Pendeta Jim Jones di
Jonestown, Guyana pada 1978 akibat terlalu fanatiknya mereka.
-
Bunuh
diri Anomik. Bunuh diri ini disebabkan oleh kekacauan positif (misal ledakan
ekonomi) ataupun kekacauan negatif (misal depresi ekonomi). Periode kekacauan
menyebabkan orang-orang berada pada posisi baru dimana suasana hati tidak
berakar dan tidak bernorma (arus anomie). Bisa juga disebut melemahnya
regulasi.
-
Bunuh
diri Fatalistik. Bunuh diri ini disebabkan oleh keadaan yang menyebabkan
regulasi terlalu kuat, bahkan bersifat menindas. Contoh, budak yang bunuh diri
dengan alasan peraturan yang terlampau menindas yang diberikan oleh majikannya.
[8]
F.
The Elementary Forms of Religious Life
Dalam buku yang
diterbitkan dalam bahasa prancis pada tahun 1912 ini, Durkheim melihat bahwa
semua agama membedakan antara hal-hal yang dianggap sakral dan yang
dianggap profan. Yang sakral adalah yang dipisahkan daripada yang lain
dan yang dilarang, misal terhadap benda, waktu, dan tempat serta kata yang
sakral. Sakral bisa berarti suci, bisa juga berati terlarang. Walaupun Durkheim
sendiri seorang atheis, dalam semua karyanya ia berulang kali menekankan sumbangan positif agama terhadap masyarakat.
Durkheim juga
membedakan antara religi dan magi. Namun letak perbedaan itu juga dilihat dari
sudut sosiologis, religi adalah kolektif sedangkan magi adalah individual
(tidak ada umat magi). Dalam religi, hukuman itu ada dua: yang pertama oleh
Tuhan atau kekuatan gaib yang diimani. Yang kedua, oleh masyarakat. (kalo kita
mengambil Islam sebagai contoh, dosa-dosa dibalas dengan siksa kubur dan
neraka, dan disamping itu juga terdapat hukum syar’i). Dalam magi, tidak ada
konsepsi dosa: kalau larangan magi (misalnya pantangan) dilanggar, masyarakat
tidak peduli: akibat buruk yang dipercayai ialah pribadi saja.[9]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Email Durkheim adalah
seorang yang mencetuskan pemikiran mengenai sosiologi agar dikembangkan menjadi
ilmu. Ia menaruh perhatian mendalam seumur hidupnya terhadap moralitas dan
krisis moral yang dihadapi masyarakat karena perbaikan moral tidak dapat
dilakukan dengan cepat dan mudah. Ia banyak melakukan penelitian yang kemudian
dituangkan dalam karya-karyanya, baik yang berupa buku maupun tesis.
Karya-Karya Emile Durkheim:
1.
Buku
metodologi utamanya, The Rules of Sociological Method, terbit tahun 1895
yang mengulas fakta-fakta sosial.
2.
Pada
1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya yang berbahasa Prancis, The Devision
of Labor in Society, yang di dalamnya ia ingin melacak perkembangan relasi
modern diantara para individu dan
masyarakat,
serta tesisnya yang berbahasa Latin mengenai Montesquieu.
3.
Di
dalam Suicide (1897), Durkheim memberikan alasan bahwa ia dapat menghubungkan
perilaku seorang individu seperti bunuh diri dengan sebab-sebab sosial
(fakta-fakta sosial).
4.
Karyanya
yang sangat terkenal lainnya, The Elementary Forms of Religious Life
yang membahas sosiologi agama, bahwa semua agama membedakan hal-hal yang
dianggap sakral dan yang dianggap profan serta teori pengetahuan
yang diterbitkan pada 1912 dan diterbitkan dalam bahasa Prancis.
Durkheim adalah
salah seorang yang mempelopori perkembangan sosiologi. Menurutnya, sosiologi
meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial sehingga ia
menekankan pentingnya penelitian perbandingan karena sosiologi merupakan ilmu
mengenal masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Narwoko, J. Dwi & Bagong Suyanto, 2006, Sosiologi: Teks
Pengantar & Terapan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Prof. Dr. Soerjono Soekanto & Dra. Budi Sulistiyowati, M.A., 2013,
Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ritzer , George, 2012, Teori Sosiologi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ritzer, George & Douglas J. Goodman, 2011, Teori Sosiologi
Modern, Jakarta: Kencana Prenata Media Group.
Setiadi,
Elly M. & Usman Kolip, 2011, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
[1] George Ritzer
& Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenata Media Group, 2011) hlm 24
[2] George Ritzer, Teori Sosiologi, ( Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012) hlm. 149
[3] J. Dwi Narwoko
& Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2006) hlm. 246
[4] Prof. Dr.
Soerjono Soekanto & Dra. Budi Sulistiyowati, M.A., Sosiologi Suatu
Pengantar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013) hlm. 351
[5] Elly M. Setiadi & Usman
Kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011)
hlm. 13
[6] George Ritzer
& Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenata Media Group, 2011) hlm. 31
[7] George Ritzer,
Teori Sosiologi, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hlm. 140
[8] Ibid., hlm.
163 & 164
[9] J. Dwi Narwoko
& Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014), hlm. 247
Tidak ada komentar:
Posting Komentar