Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 12 Desember 2016

SOSIOLOGI: EMILE DURKHEIM



EMILE DURKHEIM
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sosiologi
Dosen Pengampu : Suprihatiningsih, S.Ag., M.Si.



  
  
Disusun oleh :

Latifah                                    (121211058)
Nandi Setiawan                      (1501046004)
Ainis Shofwah Mufarriha       (1501046031)


JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu “socius” yang berarti teman dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemandi dalam bukunya yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari tentang struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial.
Sosiologi adalah ilmu dasar yang mutlak diperlukan untuk mengkaji masyarakat. Sosiologi sendiri awalnya merupakan bagian dari filsafat (induk ilmu pengetahuan; Mother of Scientarium). Sosiologi baru muncul pada abad ke-19 sebagai ilmu yang mepelajari masyarakat, berdampingan denga psikologi yang mempelajari perilaku dan sifat-sifat manusia.
Klaim dari disiplin ilmu psikologi dan filsafat yang menganggap bahwa dimensi dalam sosiologi sudah tercakup dalam disiplin ilmunya, ingin dipatahkan oleh Durkheim melalui pemikiran-pemikirannya yang keseluruhan didasarkan dari pengalaman empiris yang berupa pendekatan dan pengamatan.
Begitu kompleksnya permasalahan Durkheim dalam mengubah pemikiran lama mengenai sosiologi mendorong penulis untuk mengkajinya lebih lanjut melalui makalah ini. Pemikiran-pemikiran Durkheim, teori-teori dan studinya akan dijelaskan pada bagian pembahasan. Tak hanya itu juga, penulis melengkapinya dengan menambahkan biografi serta karya-karya yang pernah Durkheim lahirkan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi dari Emile Durkheim?
2.      Apa dasar-dasar yang membuat Emile Durkheim ingin mejadikan sosiologi sebagai suatu ilmu?
3.      Apa pemikiran Emile Durkheim dalam The Rules of Sociological Method?
4.      Apa itu The Division of Labor in Society yang digalakkan oleh Durkheim?
5.      Bagaimana isi studi Durkheim mengenai Suicide (bunuh diri)?
6.      Apa pemikiran Durkheim dalam The Elementary Forms of Religious Life?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Emile Durkheim
Emile Durkheim lahir pada 15 april 1858, di Epinal, Prancis. Ayahnya adalah petinggi Yahudi. Dia adalah keturunan dari suatu garis panjang pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar untuk menjadi seorang rabbi (pendeta). Tetapi ketika berumur 10 tahun ia menolak menjadi pendeta. Sejak saat itu, perhatiannya terhadap agama lebih bersifat akademis daripada theologis. Ia bukan hanya kecewa terhadap pendidikan agama, tetapi juga pendidikan umumnya dan banyak memberi perhatian terhadap masalah kesusastraan dan estetika. Ia juga mendalami metodologi ilmiah dan prinsip moral yang diperlukan untuk menuntun kehidupan sosial. Ia berupaya mendapatkan pendidikan ilmiah  yang dapat disumbangkan untuk pedoman moral masyarakat. Meski ia tertarik pada sosiologi ilmiah tetapi pada saat itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga antara 1882-1887 ia mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris.[1]
Hasratnya terhadap ilmu semakin besar ketika dalam perjalanannya ke Jerman ia berkenalan dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh William Wundt. Beberapa tahun setelah kunjungannya ke Jerman, Durkheim menerbitkan sejumlah buku dintaranya adalah tentang pengalamannya di Jerman yang membantu Durkheim mendapatkan jabatan di jurusan Filsafat Universitas Bordeaux tahun 1887. Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi. Sekitar tahun 1896 ia menjadi profesor penuh di Universitas Sorbonne yang terkenal di Perancis, dan tahun 1906 ia menjadi profesor ilmu pendidikan dan pada 1913 titel ini dirubah menjadi profesor ilmu pendidikan dan sosiologi.
Durkheim menaruh perhatian mendalam seumur hidupnya terhadap moralitas dan krisis moral yang dihadapi masyarakat karena perbaikan moral tidak dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Durkheim berpengaruh besar tehadap pembangunan sosiologi, tetapi pengaruhnya tak hanya terbatas pada sosiologi saja. Secara poltik, Durkheim adalah seorang liberal, tetapi secar intelektual, ia lebih condong ke konservatif.
Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang figur termashyur di lingkaran intelektual Prancis. Karya Durkheim baru mulai mempengaruhi sosiologi Amerika dua puluh tahun setelah kematiannya, yakni dengan penerbitan The Structure of Social Action (1937) karya Talcott Parsons.[2]
Karya-Karya Emile Durkheim:
1.      Buku metodologi utamanya, The Rules of Sociological Method, terbit tahun 1895 yang mengulas fakta-fakta sosial.
2.      Pada 1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya yang berbahasa Prancis, The Devision of Labor in Society, yang di dalamnya ia ingin melacak perkembangan relasi modern diantara para individu dan masyarakat, serta tesisnya yang berbahasa Latin mengenai Montesquieu.
3.      Di dalam Suicide (1897), Durkheim memberikan alasan bahwa ia dapat menghubungkan perilaku seorang individu seperti bunuh diri dengan sebab-sebab sosial (fakta-fakta sosial).  
4.      Karyanya yang sangat terkenal lainnya, The Elementary Forms of Religious Life yang membahas sosiologi agama, bahwa semua agama membedakan hal-hal yang dianggap sakral dan yang dianggap profan serta teori pengetahuan yang diterbitkan pada 1912 dan diterbitkan dalam bahasa Prancis.[3]
B.     Dasar-dasar Pemikiran Email Durkheim
Kita hidup dalam masyarakat yang cenderung melihat segala sesuatu sebagai hal yang dapat dikaitkan dengan para individu, bahkan masalah-masalah sosial. Seseorang yang mengakui pentingnya masyarakat cenderung melihat masyarakat sebagai entitas tidak berbentuk yang dipahami secara langsung tanpa harus mempelajarinya secara ilmiah. Disini Durkheim memberikan pendekatan yang bertentangan. Bagi Durkheim, masyarakat terdiri dari “fakta-fakta sosial” yang harus diselidiki melalui pengamatan dan pengukuran.
Meskipun istilah sosiologi telah diciptakan beberapa tahun sebelumnya oleh Auguste Comte, tidak ada bidang yang mempelajari sosiologi tersendiri di universitas-universitas ada akhir abad kesembilan belas. Tidak ada sekolah, departemen, maupun profesor sosiologi. Ada pelawanan-perlawanan kuat yang datang dari disiplin-disiplin yang sudah ada terhadap pendirian Durkheim tentang sosiologi yang datang dari psikologi dan filsafat, dua bidang yang mengklaim sudah mencakup domain yang diusahakan oleh sosiologi. Comte dan Spencer yang menganggap dirinya sosiolog pada saat itu jauh lebih tertarik berfilsafat, berteori abstrak, daripada mempelajari dunia sosial secara empiris.
Untuk memisahkan dari psikologi dan filsafat, Durkheim berargumen bahwa sosiologi harus diorientasikan kepada riset empiris. Ia membantu sosiologi menjauhkan diri dari filsafat dan psikologi untuk memberinya suatu identitas yang jelas dan terpisah. Durkheim mengusulkan agar pokok masalah sosiologi yang khas harusnya ialah mempelajari fakta-fakta sosial.
Durkheim adalah salah seorang yang mempelopori perkembangan sosiologi. Menurutnya, sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial sehingga ia menekankan pentingnya penelitian perbandingan karena sosiologi merupakan ilmu mengenal masyarakat. Dalam sebuah majalah sosiologi yang pertama, yaitu L’anne Sociologique, ia telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai lembaga dalam masyarakat dan proses sosial.[4]
Selanjutnya, Durkheim membagi sosiologi kedalam tujuh bagian, yaitu:
1.      Sosiologi umum yang pembahasannya meliputi kepribadian individu dan kelompok manusia.
2.      Sosiologi agama yang membahas perilaku para penganut agama yang terdiferensiasi atau terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok agama yang berbeda-beda.
3.      Sosiologi yang mebahas tentang perilaku kejahatan baik kejahatan secara individual maupun secara kelompok.
4.      Sosiologi hukum dan moral yang dominansi bahasan didalamnya adalah tentang organisasi politik, sosial, perkawinan, dan keluarga.
5.      Sosiologi ekonomi yang bahasan materinya mencakup ukuran-ukuran penelitian dan kelompok kerja.
6.      Sosiologi yang membahas perilaku masyarakat perkotaan atau (urban society) dan perilaku masyarakat pedesaan atau (rural society).
7.      Sosiologi estetika, yang pokok bahasannya mencakup karya seni dan budaya.[5]

C.    The Rules of Sociological Method
Durkheim menggambarkan konsepsi yang khas mengenai masalah pokok sosiologi dan kemudian mengujinya didalam studi empiris. Didalam The Rules of Sociological Method, Durkheim berargumen bahwa mempelajari apa yang disebut fakta-fakta sosial adalah tugas istimewa sosiologi. Dia memahami fakta-fakta sosial sebagai kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa kepada individu.[6]
Durkheim sendiri memberi beberapa contoh mengenai fakta-fakta sosial, termasuk aturan hukum, kewajiban moral, dan konvensi sosial. Contoh fakta sosial salah satunya adalah bahasa. Mengapa? Pertama, bahasa adalah suatu “benda” yang harus dipelajari secara empiris. Maksudnya, bahasa itu dipelajari melaui pengamatan kita tehadap tata bahasa, pengucapan, pengejaan dan sebagainya. Kedua, bahasa bersifat eksternal bagi individu. Maksudnya, bahasa bukanlah buatan hanya dari satu individu saja, melainkan kesepakatan bersama hingga bisa terjadi komunikasi. Ketiga, bahasa bersifat memaksa individu, yaitu memaksa untuk menggunakannya meski membuat beberapa hal teramat sulit untuk dikatakan.
Fakta-fakta sosial dapat dibedakan menjadi dua tipe. Yaitu fakta sosial material dan nonmaterial. Bagian terbesar studi-studi Durekhim, jantung sosiologinya terletak dalam studi fakta-fakta sosial nonmaterial (misal kultur, institusi sosial). Pada fakta-fakta sosial material (misal hukum, birokrasi), lebih mudah diamati dan dimengerti secara langsung seperti hukum pidana dan bentuk-bentuk teknologi. Apa yang kini disebut para sosiolog sebagai norma-norma dan nilai-nilai, atau secara lebih umum kebudayaan adalah contoh mengenai apa yang dimaksud Durekhim sebagai fakta sosial nonmaterial.
Tipe-tipe fakta-fakta sosial nonmaterial:
Moralitas 
Emile Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain, bahwa moralitas dapat dipelajari secara empiris. Hal itu berarti bahwa moralitas bukanlah sesuatu yang dapat difilsafati, tetapi sebagai suatu fenomena empiris. Hal ini khususnya benar karena moralitas berhubungan erat dengan struktur sosial. Durkheim tidak menganggap bahwa masyarakat telah menjadi, atau sedang terancam menjadi tidak bermoral. Maksudnya, masyarakat tidak mungkin tidak bermoral, hanya saja dapat kehilangan moralnya jika kepentingan kelompok dirubah menjadi kepentingan individu.
Nurani Kolektif
Durkheim menyebut nurani kolektif sebagai totalitas kepercayaan yang lazim bagi rata-rata warga dari masyarakat yang sama. Nurani kolektif mengacu kepada struktur umum pengertian-pengertian, norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan yang diyakini bersama. Durkheim menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa masyarakat “primitif” mempunyai nurani kolektif yang lebih kuat daripada masyarakat modern.
Representasi Kolektif
Dalam bahasa Prancis, representation berarti “ide”. Durkheim menggunakan istilah itu untuk mengacu baik kepada suatu konsep kolektif maupun “kekuatan” sosial. Contohnya, simbol-simbol agamis, mitos-mitos, dan legenda-legenda populer. Semua itu adalah cara-cara masyarakat mencerminkan diri sendiri. Mereka menggambarkan kepercayaan-kepercayaan, norma-norma, nilai-nilai kolektif dan merkea mendorong kita untuk menyesuaikan diri pada klaim-klaim kolektif itu.
Arus Sosial
Sebagian besar fakta-fakta sosial yang diacu Durkheim adalah yang berkitan dengan organisasi-organisasi sosial. Akan tetapi, dia menjelaskan ada fakta-fakta sosial yang tidak menggambarkan dirinya dalam bentuk “yang sudah dikristalisasi”. Ia menyebutnya dengan arus-arus sosial. Contohnya, gelombang semangat, kemarahan, dan rasa kasihan”[7]
D.    The Division of Labor in Society
Dalam buku ini perhatiannya tertuju pada upaya membuat analisis komparatif mengenai apa yang memebuat masyarakat bisa dikatakan dalam keadaan primitif atau modern. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh fakta sosial nonmaterial, khususnya ikatan moralitas bersama, atau biasa disebut kesadaran kolektif yang kuat. Secara khusus, karya ini digunakan Durkheim untuk memeriksa moralitas modern yang terjadi di Prancis. Karena pada saat itu, terdapat pembagian kerja yang semakin bertambah yang menyebabkan ada perasaan krisis moral yang tersebar luas, bahwa tatanan sosial terancam akibat orang hanya memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan masyarakat. Dari situ tampak bahwa ada suatu kebutuhan ekonomis berupa pembagian kerja yang merusak perasaan solidaritas.
 Mekanik dan organik. Suatu masyarakat dicirikan mekanis apabila semua orang adalah generalis. Mereka terlibat dalam kegiatan yang mirip dan tanggung jawab yang mirip, sehingga memiliki nurani kolektif yang kuat. Sebaliknya, solidaritas organik, semua orang memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda, sehingga memiliki nurani kolektif yang lebih lemah
E.     Suicide
Studi Durkheim mengenai bunuh diri adalah contoh paradigmatik mengenai cara bahwa seorang sosiolog harus menghubungkan teori dengan riset. Alasannya untuk mempelajari bunuh diri adalah untuk membuktikan kekuatan ilmu sosiologi yang masih baru. Durkheim berpendapat bahwa jika ia dapat menghubungkan perilaku bunuh diri dengan sebab-sebab sosial (fakta-fakta sosial), dia akan menghasilkan alasan yang meyakinkan akan pentingnya sosiologi.
Durkheim tidak meneliti mengapa individu A atau B melakukan bunuh diri, karena hal itu akan dipelajari pada psikologi, melainkan ia lebih berminat pada sebab-sebab perbedaan angka bunuh diri di kalangan kelompok-kelompok, wilayah-wilayah dan negara-negara. Argumen dasarnya adalah perubahan pada fakta sosiallah yang menyebabkan seorang melakukan bunuh diri. Misalnya, depresi ekonomi yang akan menyebabkan depresi kolektif yang pada akhirnya akan menyebabkan meningkatnya angka bunuh diri.
Teori bunuh diri Durkheim dapat dilihat lebih jelas jika diperiksa hubungan antara tipe bunuh diri dengan kedua fakta sosial yang mendasarinya yaitu integrasi dan regulasi. Integrasi mengacu kepada kekuatan keterikatan yang dimiliki pada masyarakat. Regulasi mengacu pada derajat paksaan eksternal pada masyarakat.
Tipe-tipe bunuh diri
-          Bunuh diri Egostik. Bunuh diri ini disebabkan tidak terintegrasinya individu dengan baik kedalam unit sosial yang lebih besar. Kurangnya integrasi ini menyebabkan timbulnya perasaan bahwa individu tersebut bukan bagian dari masyarakat (terkucilkan).
-          Bunuh diri Altruistik. Bunuh diri ini disebabkan terlalu kuatnya integrasi sosial. Individu dipaksa untuk bunuh diri. Mereka merasa bahwa bunuh diri itu adalah tugas. Sebagai contoh, bunuh diri massal para pengikut Pendeta Jim Jones di Jonestown, Guyana pada 1978 akibat terlalu fanatiknya mereka.
-          Bunuh diri Anomik. Bunuh diri ini disebabkan oleh kekacauan positif (misal ledakan ekonomi) ataupun kekacauan negatif (misal depresi ekonomi). Periode kekacauan menyebabkan orang-orang berada pada posisi baru dimana suasana hati tidak berakar dan tidak bernorma (arus anomie). Bisa juga disebut melemahnya regulasi.
-          Bunuh diri Fatalistik. Bunuh diri ini disebabkan oleh keadaan yang menyebabkan regulasi terlalu kuat, bahkan bersifat menindas. Contoh, budak yang bunuh diri dengan alasan peraturan yang terlampau menindas yang diberikan oleh majikannya. [8]
F.     The Elementary Forms of Religious Life
Dalam buku yang diterbitkan dalam bahasa prancis pada tahun 1912 ini, Durkheim melihat bahwa semua agama membedakan antara hal-hal yang dianggap sakral dan yang dianggap profan. Yang sakral adalah yang dipisahkan daripada yang lain dan yang dilarang, misal terhadap benda, waktu, dan tempat serta kata yang sakral. Sakral bisa berarti suci, bisa juga berati terlarang. Walaupun Durkheim sendiri seorang atheis, dalam semua karyanya ia berulang kali menekankan  sumbangan positif agama terhadap masyarakat.
Durkheim juga membedakan antara religi dan magi. Namun letak perbedaan itu juga dilihat dari sudut sosiologis, religi adalah kolektif sedangkan magi adalah individual (tidak ada umat magi). Dalam religi, hukuman itu ada dua: yang pertama oleh Tuhan atau kekuatan gaib yang diimani. Yang kedua, oleh masyarakat. (kalo kita mengambil Islam sebagai contoh, dosa-dosa dibalas dengan siksa kubur dan neraka, dan disamping itu juga terdapat hukum syar’i). Dalam magi, tidak ada konsepsi dosa: kalau larangan magi (misalnya pantangan) dilanggar, masyarakat tidak peduli: akibat buruk yang dipercayai ialah pribadi saja.[9]














BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Email Durkheim adalah seorang yang mencetuskan pemikiran mengenai sosiologi agar dikembangkan menjadi ilmu. Ia menaruh perhatian mendalam seumur hidupnya terhadap moralitas dan krisis moral yang dihadapi masyarakat karena perbaikan moral tidak dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Ia banyak melakukan penelitian yang kemudian dituangkan dalam karya-karyanya, baik yang berupa buku maupun tesis.
Karya-Karya Emile Durkheim:
1.      Buku metodologi utamanya, The Rules of Sociological Method, terbit tahun 1895 yang mengulas fakta-fakta sosial.
2.      Pada 1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya yang berbahasa Prancis, The Devision of Labor in Society, yang di dalamnya ia ingin melacak perkembangan relasi modern diantara para individu dan
masyarakat, serta tesisnya yang berbahasa Latin mengenai Montesquieu.
3.      Di dalam Suicide (1897), Durkheim memberikan alasan bahwa ia dapat menghubungkan perilaku seorang individu seperti bunuh diri dengan sebab-sebab sosial (fakta-fakta sosial). 
4.      Karyanya yang sangat terkenal lainnya, The Elementary Forms of Religious Life yang membahas sosiologi agama, bahwa semua agama membedakan hal-hal yang dianggap sakral dan yang dianggap profan serta teori pengetahuan yang diterbitkan pada 1912 dan diterbitkan dalam bahasa Prancis.
Durkheim adalah salah seorang yang mempelopori perkembangan sosiologi. Menurutnya, sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial sehingga ia menekankan pentingnya penelitian perbandingan karena sosiologi merupakan ilmu mengenal masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA

Narwoko, J. Dwi & Bagong Suyanto, 2006, Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Prof. Dr. Soerjono Soekanto & Dra. Budi Sulistiyowati, M.A., 2013, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ritzer , George, 2012, Teori Sosiologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ritzer, George & Douglas J. Goodman, 2011, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana Prenata Media Group.

Setiadi, Elly M. & Usman Kolip, 2011, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


[1] George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana Prenata Media Group, 2011) hlm 24
[2]  George Ritzer, Teori Sosiologi, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012)  hlm. 149
[3] J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006) hlm. 246
[4] Prof. Dr. Soerjono Soekanto & Dra. Budi Sulistiyowati, M.A., Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013) hlm. 351
[5] Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm. 13
[6] George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana Prenata Media Group, 2011) hlm. 31
[7] George Ritzer, Teori Sosiologi, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012)  hlm. 140
[8] Ibid., hlm. 163 & 164
[9] J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 247

Tidak ada komentar:

Posting Komentar